Sejarah Lahirnya Pancasila

 



SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

PENDAHULUAN

Indonesia resmi sebagai sebuah bangsa, lahir sejak diikrarkannya sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Sebuah ikrar perjanjian luhur pemuda-pemudi Indonesia yang bertekad untuk satu bangsa, satu tanah air dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indoensia. Peristiwa tersebut merupakan eskalasi tekad bangsa Indonesia untuk bersama-sama merebut kemerdekaan dari cengkraman penjajah, sehingga kemerdekaan berhasil diwujudkan beberapa tahun kemudian. Perjanjian luhur yang diikrarkan perjanjian luhur yang diiklarkan bangsa Indonesia, tidak semata di bangun atas kesamaan perangai, melainkan lebih pada kesadaran geo-politik, cita-cita, dan nilai-nilai luhur hidup dan mengakar dalam kepribadian bangsa Indonesia http://digilib.uinsby.ac.id/15954/5/Bab%202.pdf

Sebagai negara kepulauan terbesar dunia, posisi geografis Indonesia membentang pada koordinat 6 LU – 11.08’ LS dan 95 BT – 141.45’ BT dan terletak di antara dua benua, Asia di utara, Australia di Selatan, dan dua samudera yaitu Hindia/Indonesia di barat dan Pasifik di timur. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang di dalamnya tersimpan beranekaragama budaya, bahasa, adat istiadat, makanan, dan sumber daya alam yang sangat melimpah. Pantaslah negeri ini dikatakan sebagai surganya dunia yang tak dimiliki oleh bangsa manapun. Indonesia merupakan Negara yang memiliki bentuk Negara kepulauan dan bentuk pemerintahan republic sehingga disebut dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan masyarakatnya tidak asing lagi dengan pancasila. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masyarakat Indonesia mengenal pancasila sebagai dasar Negara, pedoman, dan pandangan hidup,yang nilainya diangkat dari kehidupan masyarakat sendiri.

Nama Pancasila sendiri diambil dari bahasa Sanskerta, terdiri dari dua kata, yakni pañca yang berarti lima dan śīla yang berarti prinsip atau asas. Secara etimologi dalam bahasa Sansekerta (Bahasa Brahmana India), Pancasila berasal dari kata ‘Panca’ dan ‘Sila’. Panca artinya lima, sila atau syila yang berarti batu sendi atau dasar. Kata sila bisa juga berasal dari kata susila, yang berarti tingkah laku yang baik. Jadi secara kebahasaan dapat disimpulkan bahwa Pancasila dapat berarti lima batu sendi atau dasar. Atau dapat juga berarti lima tingka laku yang baik  Dengan kata lain, Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada lima sendi utama yang menyusun Pancasila, termasuk Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan kesemua ini tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila merupakan karunia yang tiada tara dari Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Pancasila menjadi sumber cahaya bagi seluruh bangsa Indonesia dalam membangun peradaban bangsanya di masa-masa selanjutnya. Dalam membangun bangsa, Pancsila merupakan sumber energi sebagai kekuatan dan sekaligus sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, menjadi alat pemersatu membangun kerukunan berbangsa, dan sebagai pandangan hidup sehari-hari bagi bangsa Indonesia Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017

Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran cita-cita moral yang meliputi kejiwaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan yang baik dalam hidup manusia sebagai jati diri dan jiwa kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat dalam buku karangan Empu Panca yang berjudul Negara Kertagama dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Istilah Pancasila yang terdapat dalam buku Sutasoma dan buku Negara Kertagama dimaknai sebagai lima kaidah tingkah laku utama bagi pemeluk agama Budha, yaitu tidak boleh membunuh, tidak berzina, tidak mencuri, tidak mabuk-mabukan dan tidak berbohong. Pengamalan ajaran Pancasila dengan baik dan benar merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan bagi pemeluk agama Budha. https://repository.unja.ac.id/13083/4/BAB%20I.pdf

Sebenarnya istilah Pancasila dalam kitab Sutasoma hanyalah bagian kecil dari pembahasan yang lebih umum. Secara umum, kitab tersebut berisi tentang gambaran kehidupan rakyat di bawah kekuasaan Majapahit yang hidup damai, tentram dan sejahtera. Dalam kitab Sutasoma juga ditulis istilah yang menjadi inspirasi persatuan bangsa ”Bhinneka Tungga Ilka, Tan Hana Dharma Magrwa”. Peristiwa Sumpah Palapa juga ditulis sebagai cerita tentang momentum bersejarah penyatuan nusantara untuk pertama kalinya oleh Mahapatih Gajah Mada. Sampai di sini, kita sudah bisa melihat kaitan sejarah yang kuat antara Majapahit dengan terbentuknya negara modern Indonesia dengan Pancasila sebagai dasarnya. https://sosiologis.com/sejarah-pancasila

Menurut Notonagoro, seorang ahli filsafat dan hukum dari Universitas Gajah Mada, nasionalisme dalam konteks Pancasila bersifat “majemuk tunggal” (bhinneka tunggal ika). Unsur-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Kesatuan Sejarah. yaitu kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang sejak zaman Sriwijaya, Majapahit dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam hingga akhirnya muncul penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka nasionalisme mula pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

b. Kesatuan Nasib. Bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib, yaitu penderitaan selama masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan bersama-sama.

c. Kesatuan Kebudayaan. Walaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman kebudayaan dan menganut agama yang berbeda, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang serumpun dan mempunyai kaitan dengan agamaagama besar yang dianut bangsa Indonesia.

d. Kesatuan Wilayah. Bangsa ini hidup dan mencari penghidupan di wilayah yang sama yaitu tumpah darah Indonesia.

e. Kesatuan Asas Kerohanian. Bangsa ini memiliki kesamaan cia-cita, pandangan hidup dan falsafah kenegaraan yang berakar dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri di masa lalu maupun pada masa kini. Bagi bangsa Indonesia, mengutip sejarawan sosial Charles Tilly, Nasionalisme kita adalah “state-led nationalism”.1 Semacam nasionalisme yang dibangun dari atas, dan lalu meluncur ke bawah. Artinya, negara harus membentuk watak dan karakter serta memberi arah bagi anak bangsa. Negara harus melakukan konstruksi wawasan kebangsaan sebagai “proyek bersama” (common project) bagi seluruh warganya. Namun demikian, apa yang diupayakan negara tentu saja harus dipahami, dimengerti dan didukung oleh seluruh anak bangsa tanpa terkecuali. https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasiona

 

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

Pada masa kerajaan Majapahit cukup banyak karya sastra bernilai tinggi berhasil diciptakan. Di antara sekian banyak karya sastra, ada dua buah karya sastra yang sangat terkenal kala itu yaitu: kitab Negarakertagama yang dikawi oleh Mpu Prapanca, dan kitab Sutasoma yang dikawi oleh Mpu Tantular. Dalam buku Negarakertagama terdapat istilah “Yatnaggegwani Pancasyiila Kertasangkar bhisekaka Krama”, artinya raja wajib menjalankan dengan setia kelima pantangan begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan. Sementara dalam kitab Sutasoma terdapat istilah “Pancasila Krama”, artinya lima dasar tingkah laku atau perintah kesusilaan. Pancasila Krama ini juga sering disebut “Ma Limo”, mencakup: 1) Dilarang mateni (membunuh); 2) Dilarang maling (mencuri); 3) Dilarang madon (berzina); 4) Dilarang mabok (minum-minuman keras) dan; 5) Dilarang main (berjudi). Kelima ini menjadi pedoman tingkah laku yang wajib ditaati.

Awal abad ke-16 bangsa Eropa mulai masuk ke Nusantara dan terjadilah perubahan politik kerajaan yang berkaitan dengan perebutan hegemoni. Belanda telah meletakkan dasar-dasar militernya pada tahun 1630an guna mendapat hegemoni perdagangan atas perniagaan laut di Indonesia. VOC sebagai perwakilan dagang Belanda di Indonesia mendirikan markas besarnya di Batavia dan mulai menguasai wilayah-wilayah perdagangan di Nusantara. Pada pertengahan abad XVII Belanda tidak puas hanya dengan perjanjian perdamaian, pembangunan benteng-benteng dan pertahanan Angkatan Laut untuk memperkokoh kekuasaan Belanda. VOC masih menganggap terdapat kekacauan baik besar maupun kecil dari penguasa-penguasa kerajaan di Nusantara yang dapat mengacaukan rencana mereka. Kebijakan militer VOC menjadi semakin agresif dengan ikut campur tangan dalam urusan kerajaan-kerajaan. Dengan demikian mulailah kekuasaan Belanda terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara. Kekuasaan Belanda dimulai memang dari Indonesia bagian Timur sebagai pusat rempah-rempah yaitu di Maluku, kemudian ke Sulawesi, Nusa Tenggara sampai Jawa. Dengan demikian kekuasaan raja-raja di Nusantara harus menghadapi Belanda. Sebelumnya jika terjadi persaingan antar keluarga kerajaan atau antar kerajaan, maka Belanda akan mendukung salah satunya. Jika berhasil maka Belanda akan mendapat imbalan yang menguntunkgan secara ekonomis ataupun politis. Kekuasaan VOC berakhir pada 31 Desember 1799, kemudian asetasetnya diambil alih oleh pemerintah Belanda. Karenanya sejak abad XIX Belanda menguasai Nusantara dalam seluruh aspek kehidupan atau menjadikan koloninya. Kekuasaan itu terus berlangsung hingga Jepang merebutnya pada tahun 1942. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655976/pendidikan/diktat-pancasila-bab-iii-bu-dina.pdf

Nasionalisme sebagai sebagai State Nation atau negara bangsa, sampai abad XX belum ada negara Indonesia. Sampai abad ke XIX perlawanan terhadap Belanda masih bersifat lokal (kedaerahan). Perlawanan masih bersifat negatif seperti mengundurkan diri ke daerah yang belum terjangkau kekuasaan kolonial ataupun mencari perlindungan pada kekuatan gaib. Model perlawan seperti itru selalu mengandalkan pemimpin yang kharismatik yang dianggap pengikutnya mempunyao kesaktian. Perlawanan seperti itu akan berakhir jika pemimpinnya di tawan atau terbunuh. Sesudah 1900 sifat perlawanan mengalami perubahan yaitu, perlawanan bersifat nasional, perlawanan positif dengan senjata, taktik modern, diplomasi (model Barat). Perlawanan juga diorganisir lebih baik, juga mulai memikirkan masa depan bangsa

Sejarah mencatat bahwa setidaknya ada empat hal yang dapat menjadi perekat bangsa, yaitu pertama, jaringan perdagangan di masa lampau. Kedua, penggunaan bahasa yang sejak 1928 kita sebut sebagai bahasa Indonesia. Ketiga, imperium HindiaBelanda sesudah pax-neerlandica, dan keempat, pengalaman bersama hidup sebagai bangsa Indonesia sejak 1945. Proses pembentukan bangsa Indonesia diawali oleh keinginan untuk lepas dari penjajahan dan ingin memiliki kehidupan yang lebih baik bebas dari penindasan dan bebas untuk melakukan apa yang diinginkan sebagai sebuah bangsa yang dibalut dalam rasa Nasionalisme. kemudian Kerangka cita-cita Nasional (bangsa) tersebut terangkum apik dalam pembukaan UUD 1945, dengan Negara republik Indonesia sebagai pengemban amanah dari kedaulatan rakyat Indonesia. Pertumbuhan wawasan kebangsaan Indonesia bersifat unik dan tidak dapat disamakan dengan pertumbuhan nasionalisme bangsa lain. Walaupun rasa “persatuan” keIndonesiaan telah bertunas lama dalam sejarah bangsa Indonesia, namun semangat kebangsaan atau nasionalisme ke-Indonesiaan dalam arti yang sesungguhnya, secara formal baru lahir pada permulaan abad ke-20. Semangat kebangsaan tersebut lahir sebagai reaksi perlawanan terhadap kolonialisme yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Karena itu, nasionalisme Indonesia kontemporer terutama berakar pada keadaan bangsa Indonesia pada abad keduapuluh, namun beberapa dari akar-akarnya berasal dari lapisan sejarah yang jauh lebih tua. https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasional

Kebangkitan dan lahirnya semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia pada awal abad ke-20, ditandai oleh tiga momentum sejarah yang saling terkait erat dan tidak dapat dipisahkan, yaitu : Kebangkitan nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945. Ketiga momentum sejarah tersebut, merupakan rangkaian proses terbentuknya nasionalisme Indonesia yang sarat dengan nilai – nilai ke-Indonesiaan. Semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia berpijak pada sistem nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini tercermin dalam pidato Bung Karno (7 Mei 1953) di Universitas Indonesia, yang intinya ialah: Pertama, nasionalisme Indonesia bukan nasionalisme sempit (chauvinism) tetapi nasionalisme yang mencerminkan perikemanusiaan (humanisme, internasionalisme); Kedua, kemerdekaan Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menjadikan negara yang berdaulat secara politik dan ekonomi, tetapi juga mengembangkan kepribadian sendiri atau kebudayaan yang “bhinneka tunggal ika”. https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasional

Jepang mengalahkan Sekutu di Pearl Harbour pada 8 Desember 1941 dan kemudian mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia pada tahun 1942. Janji Jepang akan membebaskan Indonesia dari penjajahan dan memajukan rakyat Indonesia. Akan tetapi dalam kenyataannya Jepang juga merampas kehormatan rakyat dan terjadi kemiskinan dimana-mana. Janji Jepang baru mulai direalisir setelah Jepang makin terdesak oleh Sekutu. Sekutu segera bangkit dari kekalahan Jepang dan mulai merebut pulau-pulau antara Australia dan Jepang dan pada April 1944 mendarat di Irian Barat. Pemerintah Jepang kemudian berusaha mendapat dukungan penduduk Indonesia, yaitu saat Perdana Menteri Kaiso pada 7 September 1944 mengucapkan pidato di parlemen Jepang yang antaranya mengatakan akan memberikan kemerdekaan Indonesia, kemudian dikenal sebagai “Kaiso Declaration”.  Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari.. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) Dalam maklumat tersebut sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia. http://arif-zulbahri.blogspot.com/2014/11/sejarah-lahirnya-pancasila.html

Sebagai tindaklanjut atas janji itu, terutama bagi mereka yang meragukan janji itu, kembali Jepang menegaskan bahwa seandainya janji itu direalisasikan apakah bangsa Indonesia sudah siap menjadi negara merdeka, merumuskan persyaratan yang dipenuhi bagi suatu negara merdeka, misalnya apakah sudah siap dengan dasar negara. Untuk menegaskan dan sekaligus sebagi bukti komitmen Jepang akan janji itu maka tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengemukakan akan membentuk “Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia”(BPUPKI). Badan ini baru terbentuk tanggal 29 April 1945 dan dilantik tanggal 28 Mei 1945 kemudian mulai bekerja tanggal 29 Mei 1945. Badan ini beranggotakan 60 0rang dengan ketua Dr. Radjiman Widiodiningrat. Dengan dibentuknya BPUPKI, bangsa Indonesia dapat secara legal mempersiapkan diri menjadi negara merdeka, merumuskan persyaratan yang harus dipenuhi bagi sebuah negara merdeka. Hal yang pertama kali dibahas dalam sidang BPUPKI adalah permasalahan “Dasar Negara”. Sidang BPUPKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu:sidang pertama berlangsung tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, hasil sidang pertama ini akan dibahas dalam sidang kedua yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 sampai 16 Juli 1945

Berkumpullah tak kurang dari 68 tokoh pergerakan di gedung Chuo Sangi In. Fungsi gedung ini adalah sebagai tempat berkumpulnya Badan Pertimbangan Pusat yang bertugas memberikan masukan pada pemerintahan pendudukan Jepang mengenai perkara sosial dan politik. Semula gedung ini dikenal sebagai gedung Volksraad atau lembaga perwakilan rakyat zaman Belanda. Sekarang gedung ini masih berdiri. Namanya kini Gedung Pancasila dan terletak di kompleks Kementerian Luar Negeri. Mr. Muhammad Yamin, ahli hukum asal Sawahlunto itu mengawali sesi pertama pada hari Selasa, 29 Mei 1945, pukul 11.00 dengan uraian sejarah kerajaan-kerajaan kuno Nusantara, paparan tentang beragam teori politik dan ditutup dengan sebuah sajak enam bait yang berbunga-bunga berjudul Republik Indonesia. Sebagai dasar negara, ia mengusulkan diadopsinya kelima prinsip berikut: Peri Kebangsaan , Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,  Peri Kerakyatan ,  Kesejahteraan Rakyat. Berbeda dengan usulan yang disampaikan Mr. Muh. Yamin,

Mr. Soepomo memulai pidatonya dengan mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut: 1) Teori negara perseorangan (individualis). Menurut paham ini, Negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh
individu (contract social); 2) Paham negara kelas (class theory) yang sering disebut sebagai teori golongan. Menurut teori ini, negara adalah alat dari suatu golongan (suatu klasse) untuk menindas
klasse lain. Negara kapitalis adalah alat bagi penguasa (kaum borjuis), oleh karena
itu kaum Marxis menganjurkan untuk meraih kekuasaan agar kaum buruh
(proletar) dapat ganti menindas kaum borjuis. Selanjutnya dalam pidato tentang
usulan rencana dasar negara, Mr. Soepomo menyampaikan lima usulan calon Dasar
Negara yang terdiri dari: 1) Nasionalisme/internasionalisme; 2) Takluk
kepada Tuhan; 3) Kerakyatan; 4) Kekeluargaan dan ; 5) Keadilan rakyat. Pada kesempatan ini, Mr. Soepomo walaupun dalam usulannya ada lima rancangan usulan, namun kelima usulan tersebut belum diberikan nama.

Usulan calon dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya disampaikan oleh Ir. Soekarno. Pidato Ir. Soekarno tentang usulan calon dasar negara disampaikan secara lisan tanpa teks. Ir. Soekarno mengusulkan Dasar Negara yang terdiri dari lima prinsip yan rumusannya sebagai berikut: 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia); 2) Internasionalisme (peri kemanusiaan); 3) Mufakat (demokrasi); 4) Kesejahteraan sosial; dan 5) Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan yang berkebudayaan). Lima prinsip sebagai calon dasar negara yang telah disampaikan dalam pidato tersebut, oleh Ir. Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Peserta sidang bertanya kepada Ir. Soekarno tentang asal-usul nama Pancasila yang diusulkan. Ir. Soekarno menjawab secara lugas, bahwa nama itu adalah atas saran salah seorang teman beliau yang ahli bahasa.Namun siapa ahli bahasa yang memberikan saran kepada Ir. Soekarno sampai dewasa ini belum ada yang mampu mengungkapkan. Menurut Ir. Soekarno, kelima sila itu masih bisa diperas menjadi “Tri Sila”, meliputi: 1) Sosio Nasionalisme yang merupakan sintesa dari “kebangsaan (nasionalisme) dengan peri kemanusiaan (internasionalisme); 2) Sosio Demokratis yang merupakan sintesa dari “mufakat” (demokrasi) dengan kesejahteraan sosial dan; 3) Ketuhanan. Selanjutnya Ir. Soekarno juga mengusulkan bahwa “Tri Sila” dapat diperas lagi menjadi “Eka Sila”, yang intinya adalah gotong royong

Oleh karena pada masa persidangan pertama BPUPKI (28 Mei – 1 Juni 1945) belum tercapai kata sepakat tentang dasar negara, maka dibentuklah Panitia Sembilan yang bertugas merampungkan naskah mengenai dasar negara yang akan menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Ketua dari Panitia Sembilan ini tak lain adalah Soekarno. Melalui rapat-rapat khusus yang mereka selenggarakan, Panitia Sembilan ini menyunting rumusan Pancasila Soekarno dan mengubah uruturutan penyebutannya. Pada tanggal 22 Juni 1945, tercapailah kesepakatan di antara sembilan orang itu mengenai rumusan dasar negara. Rumusan dasar negara itu tercantum dalam dokumen yang kemudian disebut sebagai “Piagam Jakarta”, yang sebetulnya merupakan rancangan awal dari Pembukaan UUD 1945. Dokumen itu menyebut tentang… “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Piagam Jakarta tentang Pancasila sebagai dasar Negara ini menjadi kontroversial karena memasukkan unsur salah satu agama (Islam) dalam rumusan dasar negara. Bangsa Indonesia bukan hanya beragama Islam, tetapi juga Kristen, Katolik, Hindu,
Budha dan beragam aliran kepercayaan lainnya. Oleh karena itu, dasar negara yang semestinya mewadahi semua golongan juga semestinya tidak menyebut salah satu agama saja.
Perdebatan seputar rumusan sila pertama dalam Pancasila ini memuncak dengan munculnya pandangan bahwa apabila rumusan “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” itu tidak dicabut, maka sebagian besar Indonesia Timur akan memisahkan diri. Melihat situasi yang memanas, Mohammad Hatta meminta Kasman Singodimedjo
untuk membujuk Ki Bagoes Hadikoesoemo yang bersikukuh mempertahankan rumusan tersebut. Melalui pembicaraan dengan Kasman, maka hati Ki Bagoes pun luluh. Ia berbesar hati
mengesampingkan kepentingan golongan demi mengedepankan persatuan nasional.

Alhasil, pada sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tepat sehari setelah proklamasi 17 Agustsus 1945, dicapailah kata mufakat untuk rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Maka ditetapkanlah Pembukaan UUD 1945 yang antara lain menegaskan tentang… “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

 








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Dan Soeharto Oleh Ust.Hilmi Amirudin

Peristiwa Kontemporer Dunia (Perpecahan Uni Sovyet)

LATIHAN SOAL SEJARAH INDONESIA