Sejarah Lahirnya Pancasila
SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA
PENDAHULUAN
Indonesia resmi sebagai
sebuah bangsa, lahir sejak diikrarkannya sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Sebuah
ikrar perjanjian luhur pemuda-pemudi Indonesia yang bertekad untuk satu bangsa,
satu tanah air dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indoensia.
Peristiwa tersebut merupakan eskalasi tekad bangsa Indonesia untuk bersama-sama
merebut kemerdekaan dari cengkraman penjajah, sehingga kemerdekaan berhasil
diwujudkan beberapa tahun kemudian. Perjanjian luhur yang diikrarkan perjanjian
luhur yang diiklarkan bangsa Indonesia, tidak semata di bangun atas kesamaan
perangai, melainkan lebih pada kesadaran geo-politik, cita-cita, dan
nilai-nilai luhur hidup dan mengakar dalam kepribadian bangsa Indonesia
http://digilib.uinsby.ac.id/15954/5/Bab%202.pdf
Sebagai negara
kepulauan terbesar dunia, posisi geografis Indonesia membentang pada koordinat
6 LU – 11.08’ LS dan 95 BT – 141.45’ BT dan terletak di antara dua benua, Asia
di utara, Australia di Selatan, dan dua samudera yaitu Hindia/Indonesia di
barat dan Pasifik di timur. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang di
dalamnya tersimpan beranekaragama budaya, bahasa, adat istiadat, makanan, dan
sumber daya alam yang sangat melimpah. Pantaslah negeri ini dikatakan sebagai
surganya dunia yang tak dimiliki oleh bangsa manapun. Indonesia merupakan
Negara yang memiliki bentuk Negara kepulauan dan bentuk pemerintahan republic
sehingga disebut dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
masyarakatnya tidak asing lagi dengan pancasila. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, masyarakat Indonesia mengenal pancasila sebagai dasar Negara,
pedoman, dan pandangan hidup,yang nilainya diangkat dari kehidupan masyarakat
sendiri.
Nama Pancasila sendiri
diambil dari bahasa Sanskerta, terdiri dari dua kata, yakni pañca yang berarti
lima dan śīla yang berarti prinsip atau asas. Secara etimologi dalam bahasa
Sansekerta (Bahasa Brahmana India), Pancasila berasal dari kata ‘Panca’ dan
‘Sila’. Panca artinya lima, sila atau syila yang berarti batu sendi atau dasar.
Kata sila bisa juga berasal dari kata susila, yang berarti tingkah laku yang
baik. Jadi secara kebahasaan dapat disimpulkan bahwa Pancasila dapat berarti
lima batu sendi atau dasar. Atau dapat juga berarti lima tingka laku yang baik Dengan kata lain, Pancasila merupakan rumusan
dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ada lima sendi utama yang menyusun Pancasila, termasuk Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan kesemua ini tercantum pada
paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Sebagai falsafah
negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila merupakan karunia
yang tiada tara dari Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Pancasila
menjadi sumber cahaya bagi seluruh bangsa Indonesia dalam membangun peradaban
bangsanya di masa-masa selanjutnya. Dalam membangun bangsa, Pancsila merupakan
sumber energi sebagai kekuatan dan sekaligus sebagai pedoman dalam
memperjuangkan kemerdekaan, menjadi alat pemersatu membangun kerukunan
berbangsa, dan sebagai pandangan hidup sehari-hari bagi bangsa Indonesia Jurnal
Santiaji Pendidikan, Volume 7, Nomor 1, Januari 2017
Pancasila merupakan
pandangan hidup, kesadaran cita-cita moral yang meliputi kejiwaan yang
mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika dapat
dikembangkan keselarasan dan keseimbangan yang baik dalam hidup manusia sebagai
jati diri dan jiwa kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila telah dikenal sejak
zaman Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat dalam buku karangan Empu Panca
yang berjudul Negara Kertagama dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular.
Istilah Pancasila yang terdapat dalam buku Sutasoma dan buku Negara Kertagama
dimaknai sebagai lima kaidah tingkah laku utama bagi pemeluk agama Budha, yaitu
tidak boleh membunuh, tidak berzina, tidak mencuri, tidak mabuk-mabukan dan
tidak berbohong. Pengamalan ajaran Pancasila dengan baik dan benar merupakan
sebuah kewajiban yang harus dilakukan bagi pemeluk agama Budha. https://repository.unja.ac.id/13083/4/BAB%20I.pdf
Sebenarnya istilah
Pancasila dalam kitab Sutasoma hanyalah bagian kecil dari pembahasan yang lebih
umum. Secara umum, kitab tersebut berisi tentang gambaran kehidupan rakyat di
bawah kekuasaan Majapahit yang hidup damai, tentram dan sejahtera. Dalam kitab
Sutasoma juga ditulis istilah yang menjadi inspirasi persatuan bangsa ”Bhinneka
Tungga Ilka, Tan Hana Dharma Magrwa”. Peristiwa Sumpah Palapa juga ditulis
sebagai cerita tentang momentum bersejarah penyatuan nusantara untuk pertama
kalinya oleh Mahapatih Gajah Mada. Sampai di sini, kita sudah bisa melihat
kaitan sejarah yang kuat antara Majapahit dengan terbentuknya negara modern
Indonesia dengan Pancasila sebagai dasarnya.
https://sosiologis.com/sejarah-pancasila
Menurut Notonagoro,
seorang ahli filsafat dan hukum dari Universitas Gajah Mada, nasionalisme dalam
konteks Pancasila bersifat “majemuk tunggal” (bhinneka tunggal ika).
Unsur-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Kesatuan Sejarah.
yaitu kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang sejak
zaman Sriwijaya, Majapahit dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam hingga
akhirnya muncul penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka nasionalisme mula
pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan mencapai puncaknya
pada Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
b. Kesatuan Nasib.
Bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib, yaitu penderitaan
selama masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan
bersama-sama.
c. Kesatuan Kebudayaan.
Walaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman kebudayaan dan menganut agama yang
berbeda, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang serumpun dan
mempunyai kaitan dengan agamaagama besar yang dianut bangsa Indonesia.
d. Kesatuan Wilayah.
Bangsa ini hidup dan mencari penghidupan di wilayah yang sama yaitu tumpah
darah Indonesia.
e. Kesatuan Asas
Kerohanian. Bangsa ini memiliki kesamaan cia-cita, pandangan hidup dan falsafah
kenegaraan yang berakar dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri di
masa lalu maupun pada masa kini. Bagi bangsa Indonesia, mengutip sejarawan
sosial Charles Tilly, Nasionalisme kita adalah “state-led nationalism”.1
Semacam nasionalisme yang dibangun dari atas, dan lalu meluncur ke bawah.
Artinya, negara harus membentuk watak dan karakter serta memberi arah bagi anak
bangsa. Negara harus melakukan konstruksi wawasan kebangsaan sebagai “proyek
bersama” (common project) bagi seluruh warganya. Namun demikian, apa yang
diupayakan negara tentu saja harus dipahami, dimengerti dan didukung oleh
seluruh anak bangsa tanpa terkecuali. https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasiona
SEJARAH LAHIRNYA
PANCASILA
Pada masa kerajaan Majapahit
cukup banyak karya sastra bernilai tinggi berhasil diciptakan. Di antara sekian
banyak karya sastra, ada dua buah karya sastra yang sangat terkenal kala itu
yaitu: kitab Negarakertagama yang dikawi oleh Mpu Prapanca, dan kitab Sutasoma
yang dikawi oleh Mpu Tantular. Dalam buku Negarakertagama terdapat istilah
“Yatnaggegwani Pancasyiila Kertasangkar bhisekaka Krama”, artinya raja wajib
menjalankan dengan setia kelima pantangan begitu pula upacara-upacara ibadat
dan penobatan. Sementara dalam kitab Sutasoma terdapat istilah “Pancasila
Krama”, artinya lima dasar tingkah laku atau perintah kesusilaan. Pancasila
Krama ini juga sering disebut “Ma Limo”, mencakup: 1) Dilarang mateni
(membunuh); 2) Dilarang maling (mencuri); 3) Dilarang madon (berzina); 4)
Dilarang mabok (minum-minuman keras) dan; 5) Dilarang main (berjudi). Kelima
ini menjadi pedoman tingkah laku yang wajib ditaati.
Awal abad
ke-16 bangsa Eropa mulai masuk ke Nusantara dan terjadilah perubahan politik
kerajaan yang berkaitan dengan perebutan hegemoni. Belanda telah meletakkan
dasar-dasar militernya pada tahun 1630an guna mendapat hegemoni perdagangan
atas perniagaan laut di Indonesia. VOC sebagai perwakilan dagang Belanda di
Indonesia mendirikan markas besarnya di Batavia dan mulai menguasai
wilayah-wilayah perdagangan di Nusantara. Pada pertengahan abad XVII Belanda
tidak puas hanya dengan perjanjian perdamaian, pembangunan benteng-benteng dan
pertahanan Angkatan Laut untuk memperkokoh kekuasaan Belanda. VOC masih
menganggap terdapat kekacauan baik besar maupun kecil dari penguasa-penguasa
kerajaan di Nusantara yang dapat mengacaukan rencana mereka. Kebijakan militer
VOC menjadi semakin agresif dengan ikut campur tangan dalam urusan
kerajaan-kerajaan. Dengan demikian mulailah kekuasaan Belanda terhadap kerajaan-kerajaan
di Nusantara. Kekuasaan Belanda dimulai memang dari Indonesia bagian Timur
sebagai pusat rempah-rempah yaitu di Maluku, kemudian ke Sulawesi, Nusa
Tenggara sampai Jawa. Dengan demikian kekuasaan raja-raja di Nusantara harus
menghadapi Belanda. Sebelumnya jika terjadi persaingan antar keluarga kerajaan
atau antar kerajaan, maka Belanda akan mendukung salah satunya. Jika berhasil
maka Belanda akan mendapat imbalan yang menguntunkgan secara ekonomis ataupun
politis. Kekuasaan VOC berakhir pada 31 Desember 1799, kemudian asetasetnya
diambil alih oleh pemerintah Belanda. Karenanya sejak abad XIX Belanda
menguasai Nusantara dalam seluruh aspek kehidupan atau menjadikan koloninya.
Kekuasaan itu terus berlangsung hingga Jepang merebutnya pada tahun 1942. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655976/pendidikan/diktat-pancasila-bab-iii-bu-dina.pdf
Nasionalisme
sebagai sebagai State Nation atau negara bangsa, sampai abad XX belum ada
negara Indonesia. Sampai abad ke XIX perlawanan terhadap Belanda masih bersifat
lokal (kedaerahan). Perlawanan masih bersifat negatif seperti mengundurkan diri
ke daerah yang belum terjangkau kekuasaan kolonial ataupun mencari perlindungan
pada kekuatan gaib. Model perlawan seperti itru selalu mengandalkan pemimpin
yang kharismatik yang dianggap pengikutnya mempunyao kesaktian. Perlawanan
seperti itu akan berakhir jika pemimpinnya di tawan atau terbunuh. Sesudah 1900
sifat perlawanan mengalami perubahan yaitu, perlawanan bersifat nasional,
perlawanan positif dengan senjata, taktik modern, diplomasi (model Barat).
Perlawanan juga diorganisir lebih baik, juga mulai memikirkan masa depan bangsa
Sejarah
mencatat bahwa setidaknya ada empat hal yang dapat menjadi perekat bangsa,
yaitu pertama, jaringan perdagangan di masa lampau. Kedua, penggunaan bahasa
yang sejak 1928 kita sebut sebagai bahasa Indonesia. Ketiga, imperium
HindiaBelanda sesudah pax-neerlandica, dan keempat, pengalaman bersama hidup
sebagai bangsa Indonesia sejak 1945. Proses pembentukan bangsa Indonesia
diawali oleh keinginan untuk lepas dari penjajahan dan ingin memiliki kehidupan
yang lebih baik bebas dari penindasan dan bebas untuk melakukan apa yang
diinginkan sebagai sebuah bangsa yang dibalut dalam rasa Nasionalisme. kemudian
Kerangka cita-cita Nasional (bangsa) tersebut terangkum apik dalam pembukaan
UUD 1945, dengan Negara republik Indonesia sebagai pengemban amanah dari kedaulatan
rakyat Indonesia. Pertumbuhan wawasan kebangsaan Indonesia bersifat unik dan
tidak dapat disamakan dengan pertumbuhan nasionalisme bangsa lain. Walaupun
rasa “persatuan” keIndonesiaan telah bertunas lama dalam sejarah bangsa
Indonesia, namun semangat kebangsaan atau nasionalisme ke-Indonesiaan dalam
arti yang sesungguhnya, secara formal baru lahir pada permulaan abad ke-20.
Semangat kebangsaan tersebut lahir sebagai reaksi perlawanan terhadap
kolonialisme yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Karena itu,
nasionalisme Indonesia kontemporer terutama berakar pada keadaan bangsa
Indonesia pada abad keduapuluh, namun beberapa dari akar-akarnya berasal dari
lapisan sejarah yang jauh lebih tua.
https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasional
Kebangkitan dan lahirnya semangat kebangsaan dan
nasionalisme Indonesia pada awal abad ke-20, ditandai oleh tiga momentum
sejarah yang saling terkait erat dan tidak dapat dipisahkan, yaitu :
Kebangkitan nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Proklamasi
kemerdekaan RI tahun 1945. Ketiga momentum sejarah tersebut, merupakan
rangkaian proses terbentuknya nasionalisme Indonesia yang sarat dengan nilai –
nilai ke-Indonesiaan. Semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia berpijak
pada sistem nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini tercermin dalam
pidato Bung Karno (7 Mei 1953) di Universitas Indonesia, yang intinya ialah:
Pertama, nasionalisme Indonesia bukan nasionalisme sempit (chauvinism) tetapi nasionalisme
yang mencerminkan perikemanusiaan (humanisme, internasionalisme); Kedua,
kemerdekaan Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menjadikan negara yang
berdaulat secara politik dan ekonomi, tetapi juga mengembangkan kepribadian
sendiri atau kebudayaan yang “bhinneka tunggal ika”. https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasional
Jepang
mengalahkan Sekutu di Pearl Harbour pada 8 Desember 1941 dan kemudian mengambil
alih kekuasaan Belanda di Indonesia pada tahun 1942. Janji Jepang akan
membebaskan Indonesia dari penjajahan dan memajukan rakyat Indonesia. Akan
tetapi dalam kenyataannya Jepang juga merampas kehormatan rakyat dan terjadi
kemiskinan dimana-mana. Janji Jepang baru mulai direalisir setelah Jepang makin
terdesak oleh Sekutu. Sekutu segera bangkit dari kekalahan Jepang dan mulai
merebut pulau-pulau antara Australia dan Jepang dan pada April 1944 mendarat di
Irian Barat. Pemerintah Jepang kemudian berusaha mendapat dukungan penduduk
Indonesia, yaitu saat Perdana Menteri Kaiso pada 7 September 1944 mengucapkan
pidato di parlemen Jepang yang antaranya mengatakan akan memberikan kemerdekaan
Indonesia, kemudian dikenal sebagai “Kaiso Declaration”. Untuk menarik
simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara
Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari.. Oleh
karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang
memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji
kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar
Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) Dalam
maklumat tersebut sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah
menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada
pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
http://arif-zulbahri.blogspot.com/2014/11/sejarah-lahirnya-pancasila.html
Sebagai
tindaklanjut atas janji itu, terutama bagi mereka yang meragukan janji itu,
kembali Jepang menegaskan bahwa seandainya janji itu direalisasikan apakah
bangsa Indonesia sudah siap menjadi negara merdeka, merumuskan persyaratan yang
dipenuhi bagi suatu negara merdeka, misalnya apakah sudah siap dengan dasar
negara. Untuk menegaskan dan sekaligus sebagi bukti komitmen Jepang akan janji
itu maka tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengemukakan akan membentuk “Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia”(BPUPKI). Badan ini baru
terbentuk tanggal 29 April 1945 dan dilantik tanggal 28 Mei 1945 kemudian mulai
bekerja tanggal 29 Mei 1945. Badan ini beranggotakan 60 0rang dengan ketua Dr.
Radjiman Widiodiningrat. Dengan dibentuknya BPUPKI, bangsa Indonesia dapat
secara legal mempersiapkan diri menjadi negara merdeka, merumuskan persyaratan
yang harus dipenuhi bagi sebuah negara merdeka. Hal yang pertama kali dibahas
dalam sidang BPUPKI adalah permasalahan “Dasar Negara”. Sidang BPUPKI dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:sidang pertama berlangsung tanggal 29 Mei sampai 1
Juni 1945, hasil sidang pertama ini akan dibahas dalam sidang kedua yang akan
dilaksanakan pada tanggal 14 sampai 16 Juli 1945
Berkumpullah
tak kurang dari 68 tokoh pergerakan di gedung
Chuo Sangi In. Fungsi gedung ini adalah sebagai tempat berkumpulnya
Badan Pertimbangan Pusat yang bertugas memberikan masukan pada
pemerintahan pendudukan Jepang mengenai perkara sosial dan
politik. Semula gedung ini dikenal sebagai gedung Volksraad atau
lembaga perwakilan rakyat zaman Belanda. Sekarang gedung ini
masih berdiri. Namanya kini Gedung Pancasila dan terletak di
kompleks Kementerian Luar Negeri. Mr. Muhammad Yamin, ahli
hukum asal Sawahlunto itu mengawali sesi pertama pada hari Selasa, 29 Mei 1945,
pukul 11.00 dengan uraian sejarah kerajaan-kerajaan kuno Nusantara, paparan
tentang beragam teori politik dan ditutup dengan sebuah sajak enam bait yang
berbunga-bunga berjudul Republik Indonesia. Sebagai dasar negara, ia
mengusulkan diadopsinya kelima prinsip berikut: Peri Kebangsaan , Peri
Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri
Kerakyatan , Kesejahteraan Rakyat. Berbeda
dengan usulan yang disampaikan Mr. Muh. Yamin,
Mr. Soepomo
memulai pidatonya dengan mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut: 1)
Teori negara perseorangan (individualis). Menurut paham ini, Negara adalah
masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara
seluruh
individu (contract social); 2) Paham negara kelas (class theory)
yang sering disebut sebagai teori golongan. Menurut teori ini, negara adalah alat
dari suatu golongan (suatu klasse) untuk menindas
klasse lain. Negara kapitalis adalah alat bagi penguasa (kaum borjuis), oleh
karena
itu kaum Marxis menganjurkan untuk meraih kekuasaan agar kaum buruh
(proletar) dapat ganti menindas kaum borjuis. Selanjutnya dalam pidato tentang
usulan rencana dasar negara, Mr. Soepomo menyampaikan lima usulan calon Dasar
Negara yang terdiri dari: 1) Nasionalisme/internasionalisme; 2) Takluk
kepada Tuhan; 3) Kerakyatan; 4) Kekeluargaan dan ; 5) Keadilan rakyat. Pada kesempatan
ini, Mr. Soepomo walaupun dalam usulannya ada lima rancangan usulan, namun
kelima usulan tersebut belum diberikan nama.
Usulan
calon dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya disampaikan oleh Ir.
Soekarno. Pidato Ir. Soekarno tentang usulan calon dasar negara disampaikan
secara lisan tanpa teks. Ir. Soekarno mengusulkan Dasar Negara yang terdiri
dari lima prinsip yan rumusannya sebagai berikut: 1) Nasionalisme (kebangsaan
Indonesia); 2) Internasionalisme (peri kemanusiaan); 3) Mufakat (demokrasi); 4)
Kesejahteraan sosial; dan 5) Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan yang
berkebudayaan). Lima prinsip sebagai calon dasar negara yang telah disampaikan
dalam pidato tersebut, oleh Ir. Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”.
Peserta sidang bertanya kepada Ir. Soekarno tentang asal-usul nama Pancasila yang
diusulkan. Ir. Soekarno menjawab secara lugas, bahwa nama itu adalah atas saran
salah seorang teman beliau yang ahli bahasa.Namun siapa ahli bahasa yang memberikan
saran kepada Ir. Soekarno sampai dewasa ini belum ada yang mampu mengungkapkan.
Menurut Ir. Soekarno, kelima sila itu masih bisa diperas menjadi “Tri Sila”, meliputi:
1) Sosio Nasionalisme yang merupakan sintesa dari “kebangsaan (nasionalisme)
dengan peri kemanusiaan (internasionalisme); 2) Sosio Demokratis yang merupakan
sintesa dari “mufakat” (demokrasi) dengan kesejahteraan sosial dan; 3)
Ketuhanan. Selanjutnya Ir. Soekarno juga mengusulkan bahwa “Tri Sila” dapat
diperas lagi menjadi “Eka Sila”, yang intinya adalah gotong royong
Oleh
karena pada masa persidangan pertama BPUPKI (28 Mei
– 1 Juni 1945) belum tercapai kata sepakat tentang dasar negara,
maka dibentuklah Panitia Sembilan yang bertugas merampungkan
naskah mengenai dasar negara yang akan menjadi Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Ketua dari Panitia Sembilan ini tak lain
adalah Soekarno. Melalui rapat-rapat khusus yang mereka selenggarakan,
Panitia Sembilan ini menyunting rumusan Pancasila
Soekarno dan mengubah uruturutan penyebutannya. Pada tanggal 22 Juni 1945,
tercapailah kesepakatan di antara sembilan orang itu mengenai
rumusan dasar
negara. Rumusan
dasar negara itu tercantum dalam dokumen yang kemudian
disebut sebagai “Piagam Jakarta”, yang sebetulnya merupakan
rancangan awal dari Pembukaan UUD 1945. Dokumen itu
menyebut tentang… “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat,
dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan
kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan
Piagam Jakarta tentang Pancasila sebagai dasar Negara ini
menjadi kontroversial karena memasukkan unsur salah satu agama
(Islam) dalam rumusan dasar negara. Bangsa Indonesia bukan
hanya beragama Islam, tetapi juga Kristen, Katolik, Hindu,
Budha
dan beragam aliran kepercayaan lainnya. Oleh karena itu, dasar
negara yang semestinya mewadahi semua golongan juga semestinya
tidak menyebut salah satu agama saja.
Perdebatan
seputar rumusan sila pertama dalam Pancasila ini
memuncak dengan munculnya pandangan bahwa apabila rumusan
“dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”
itu tidak dicabut, maka sebagian besar Indonesia Timur akan memisahkan
diri. Melihat situasi yang memanas, Mohammad Hatta meminta
Kasman Singodimedjo
untuk
membujuk Ki Bagoes Hadikoesoemo yang bersikukuh mempertahankan
rumusan tersebut. Melalui pembicaraan dengan Kasman,
maka hati Ki Bagoes pun luluh. Ia berbesar hati
mengesampingkan
kepentingan golongan demi mengedepankan persatuan nasional.
Alhasil, pada sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tepat sehari setelah proklamasi 17 Agustsus 1945, dicapailah kata mufakat untuk rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Maka ditetapkanlah Pembukaan UUD 1945 yang antara lain menegaskan tentang… “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Komentar
Posting Komentar