DWIFUNGSI ABRI PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU

 

KARYA ILMIAH

DWIFUNGSI ABRI PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU

 

 

KELAS XII-IPS 2 DISUSUN OLEH:

BALQIS KHOIRUNNISA (06) NASYWA NABILA PUTRI (22) NATASHA AULIA MAHARANI (23) ZAHRA ZHAFIRAH (36)

 

SMA Negeri 25 Jakarta Jalan A.M Sanggaji No.22-24 Jakarta Pusat

2021/2022


KATA PENGANTAR

 

 

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Dwifungsi ABRI Pada Masa Pemerintahan Orde Baru” ini bisa tersusun hingga selesai tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan pemikirannya.

Kami mengucapkan terima kasih Pak Indar Cahyanto, M.Pd. selaku guru mata pelajaran Sejarah Indonesia. Yang telah bersedia mengajari dan berbagi ilmu mengenai Dwifungsi ABRI karya ilmiah. Semoga karya ilmiah yang kami buat ini dapat membantu menambah wawasan kita menjadi lebih luas lagi.

Mohon maaf apabila dalam penyusunan karya ilmiah ini, masih banyak kekurangan serta  jauh dari apa yang diharapkan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, demi perbaikan dalam makalah yang akan datang.

Atas perhatian, kami sampaikan terima kasih.

 

 

 

 

 

Jakarta, Oktober 2021

 

 

 

Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1

A.     Latar Belakang............................................................................................................ 1

B.     Identifikasi Masalah..................................................................................................... 2

C.     Pembatasan Masalah.................................................................................................. 3

D.     Rumusan masalah....................................................................................................... 3

E.     Tujuan Penelitian........................................................................................................ 3

F.      Manfaat Penelitian...................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 5

A.     Latar belakang berdirinya Dwifungsi ABRI............................................................ 5

B.     Pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru............................................. 6

C.     Dampak pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru.............................. 7

BAB III KESIMPULAN...................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 11


BAB I PENDAHULUAN

 

 

A.     Latar Belakang

 

Setelah pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada akhir tahun 1949 dan sewaktu kita kembali ke negara kesatuan pada pertengahan tahun 1950, seluruh rakyat dan semua kekuatan sosial-politik mengakui dan menyadari kebenaran kalimat wasiat Bapak TNI Panglima Besar Jenderal Soedirman:

"Satu-satunya hak milik nasional republik yang masih utuh tidak berubah-ubah meskipun harus menghadapi segala macam soal dan perubahan, adalah hanya TNI."

Tidak dapat disangkal bahwa TNI merupakan modal yang sangat berharga dalam kehidupan negara dan bangsa selama Perang Kemerdekaan maupun sesudah itu. Sejarah negara dan bangsa Indonesia membuktikan bahwa memang TNI-lah satu-satunya lembaga nasional yang telah mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang berkesinambungan selama Perang Kemerdekaan, yang sesudah pengakuan kedaulatan secara utuh. memasuki kurun waktu yang baru.

Selama perang rakyat, TNI seolah-olah telah mengalami penggodokan yang telah mendewasakannya tidak hanya dalam tugas pertahanannya tetapi juga dalam menangani masalah-masalah politik, sosial, ekonomi, dan pemerintahan yang sedang berjuang. Namun, sesudah waktu 20 tahun dan itupun sesudah mengala guncangan hebat akibat G30S/ PKI yang hampir saja membawa malapetaka bagi bangsa kita dan negara Pancasila.

Dengan demikian Dwifungsi ABRI adalah suatu konsepsi politik yang menempatkan ABRI dengan peranan yang penting dalam dua lingkungan kehidupan politik secara bersamaan yaitu di lingkungan pemerintahan dan di lingkungan masyarakat atau dalam suprastruktur politik dan infrastruktur politik. Pada umumnya suatu konsepsi politik dapat dikatakan baik, jika serasi dengan kehidupan masyarakat dan negara yang bersangkutan dan dapat menjawab tantangan-tantangan serta dapat menanggulangi masalah yang dihadapi masyarakat yang bersangkutan.


Tidaklah dapat disangkal bahwa pada waktu-waktu yang telah lampau. Dwifungsi ABRI telah banyak memberikan saham dalam menanggulangi krisis-krisis nasional yang menimpa nusa dan bangsa. Berdasarkan hal tersebut dapatlah dimengerti bahwa kehidupan politik di berbagai negara berbeda satu dari yang lainnya. Oleh karenanya, suatu konsepsi politik yang baik dan dapat diterapkan bagi suatu masyarakat tertentu, belum tentu baik dan dapat diterapkan bagi masyarakat yang lain.

Suatu sistem politik yang efisien harus dapat memelihara keseimbangan yang serasi antara kontinuitas dan perubahan. Perubahan-perubahan akan terjadi dan tidak dapat dihindari karena adanya tuntutan-tuntutan sosial-politik dan lain-lain yang secara terus-menerus tumbuh serta berkembang dari landasan-landasan tersebut di atas. Dengan demikian efisien si merupakan suatu fungsi dari pada tanggapan aparatur pemerintah terhadap tuntutan-tuntutan tersebut. Akan tetapi perubahan serta perkembangan yang secara terus-menerus berlangsung dapat merupakan bibit atau sumber gangguan- gangguan terhadap stabilitas serta tertib politik daripada masyarakat dan negara yang bersangkutan. Oleh sebab itu, tuntutan-tuntutan serta responsi terhadapnya harus berlangsung dalam suasana tertib dan aman.

Dengan demikian suatu sistem politik dapat dikatakan efisien jika tuntutan- tuntutan dan tanggapan terhadapnya berlangsung dalam konteks atau kerangka lembaga- lembaga politik yang stabil dan diterima oleh umum. Perubahan, tuntutan dan tanggapan tanpa stabilitas berarti kekacauan atau anarki. Oleh karena itu stabilitas di sini haruslah dapat mendukung atau meningkatkan perubahan dan pembaruan yang menuju kepada kemajuan. Inilah yang dinamakan stabilitas yang dinamis. Dan segalanya itu harus dikem bangkan di atas kerangka dasar pandangan hidup yang mencerminkan nilai-nilai dan cita-cita yang dianggap baik oleh masyarakat yang bersangkutan.

 

 

B.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan, sebagai berikut:

1.       Latar belakang berdirinya Dwifungsi ABRI.

2.       Pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru.

3.       Dampak pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru.


C.     Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penelitian ini hanya menjelaskan mengenai Dwifungsi ABRI masa orde baru. Agar dalam penelitian ini tidak terjadi kesimpangsiuran dan mudah diuraikan secara jelas serta sistematis, maka perlu adanya pembatasan dalam membahas suatu permasalahan. Maka dari itu, batasan tersebut mencakup latar belakang berdirinya Dwifungsi ABRI dan pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa orde baru serta dampaknya Dwifungsi ABRI pada masa orde baru.

 

 

D.     Rumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.       Bagaimana latar belakang berdirinya Dwifungsi ABRI?

2.       Bagaimana pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru?

3.       Apa dampak dari pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru?

 

 

 

E.     Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan tersebut, tujuan dari masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.       Untuk mengetahui tentang latar belakang sejarah berdirinya Dwifungsi ABRI

2.       Untuk mengetahui pelaksanaan Dwifungsi ABRI selama masa Orde Baru

3.       Untuk mengetahui dampak dari pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru

 

 

 

F.      Manfaat Penelitian

Bagi Pembaca

1)               Diharapkan pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang luas tentang latar belakang berdirinya Dwifungsi ABRI

2)               Diharapkan pembaca dapat mengetahui tentang pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada orde Baru

3)               Diharapkan pembaca dapat mengetahui dengan jelas mengenai dampak yang terjadi dari pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa orde Baru


Bagi Penulis

1)  Sebagai alat untuk mengukur kemampuan penulis dalam meneliti dan merekonstruksi peristiwa masa lalu dengan sejauh mungkin mencari kebenaran sejarah dalam bentuk tulisan

2)  Merupakan cermin kesadaran bagi penulis untuk mengingatkan mutu karya sejarah serta memperluas wawasan, penguasaan teknik penulisan maupun dari segi ilmiah


BAB II PEMBAHASAAN

 

 

 

A.     Latar belakang berdirinya Dwifungsi ABRI

Pada dasarnya, konsep dwifungsi ABRI tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sistem ketatanegaraan dan sistem politik di Indonesia. Keberadaan ABRI sebagai kekuatan sosial dan politik yang telah melekat sejak kelahirannya, secara nyata memang telah diterima oleh rakyat, karena peranannya memang secara nyata diperlukan bagi kelangsungan sistem kenegaraan dan sistem politik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut ditunjukkan oleh pelbagai peranan ABRI dalam menghadapi situasi-situasi genting, Mulai dari perang mempertahankan kemerdekaan hingga penumpasan G30S/PKI. Dalam menghadapi situasi-situasi genting itu, ABRI telah memainkan peranannya dalam bidang politik. Sebagai contoh ialah Instruksi Bekerja Pemerintah Militer seluruh Jawa No. I/MBKD/1948 dari Kolonel Nasution.

 

Konsep Dwifungsi ABRI sendiri dipahami sebagai “jiwa, tekad dan semangat pengabdian ABRI, untuk bersama-sama dengan kekuatan perjuangan lainnya, memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia, baik di bidang hankam negara mapun di bidang kesejahteraan bangsa dalam rangka penciptaan tujuan nasional, berdasarkan pancasila dan UUD 1945.” Berangkat dari pemahaman tersebut, ABRI memiliki keyakinan bahwa tugas mereka tidak hanya dalam bidang hankam namun juga non-hankam. Sebagai kekuatan hankam, ABRI merupakan suatu unsur dalam lingkungan aparatur pemerintah yang bertugas di bidang kegiatan “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.” Sebagai kekuatan social, ABRI adalah suatu unsure dalam kehidupan politik di lingkungan masyarakat yang bersama-sama dengan kekuatan social lainnya secara aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional.


Lebih lanjut mengenai ABRI sebagai kekuatan social, setidaknya ada dua fungsi yang dimiliki oleh ABRI. Fungsi tersebut ialah fungsi stabilisator dan fungsi dinamisator. Identitas ABRI sebagai pejuang dan kemanunggalannya dengan rakyat secara otomatis mendorong serta menjadikan ABRI sebagai dinamisator dan stabilisator dalam kehidupan bangsa dan negara kita.

 

B.     Pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru.

Dwifungsi ABRI, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya diartikan bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai pusat kekuatan militer Indonesia dan juga fungsinya di bidang politik. Dalam pelaksanaannya pada era Soeharto, fungsi utama ABRI sebagai kekuatan militer Indonesia memang tidak dapat dikesampingkan, namun pada era ini, peran ABRI dalam bidang politik terlihat lebih signifikan seiring dengan diangkatnya Presiden Soeharto oleh MPRS pada tahun 1968. Hal ini dipandang wajar karena pada saat itu sektor militer memiliki kekuatan yang paling besar. Sebenarnya, sejak awal milliter ikut ambil peran dalam mengurusi urusan sipil telah muncul suatu indikasi dimana kekuatan militer Indonesia dianggap akan memgang peran penting dalam sejarah perpolitikan ndonesia. Indikasi ini muncul sesuai dengan teori Hunnington dan Finner yang mengatakan bahwa penyebab paling penting dari intervensi militer dalam bidang politik adalah sistem kebudayaan politiknya, struktur politik, serta institusinya. Oleh karena itulah, tidak heran jika partisipasi politik dari kekuatan militer Indonesia sangat kental pada masa itu mengingat masih rendahnya level sistem budaya politik pada masa itu serta tidak mampunya membatasi kegiatan militer pada bidang non-politis saja.

 

Secara umum, intervensi ABRI dalam bidang poilitik pada masa Orde Baru yang mengatasnamakan Dwifungsi ABRI ini salah satunya adalah dengan ditempatkannya militer di DPR, MPR, maupun DPD tingkat provinsi dan kabupaten. Perwira yang aktif, sebanyak seperlima dari jumlahnya menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), dimana mereka bertanggung jawab kepada komandan setempat, sedangkan yang d di MPR dan DPR tingkat nasional bertanggung jawab langsung kepada panglima ABRI. Selain itu, para ABRI juga menempati posisi formal dan informal dalam pengendalian Golkar serta mengawasi penduduk melalui gerakan teritorial diseluruh daerah dari mulai Jakarta sampai ke dareah-daerah terpencil, salah satunya dengan gerakan AMD (ABRI Masuk Desa).


 

Keikutsertaan militer dalam bidang politik secara umum bersifat antipartai. Militer percaya bahwa mereka merupakan pihak yang setia kepada modernisasi dan pembangunan. Sedangkan partai politik dipandang memiliki kepentingan-kepentingan golongan tersendiri. Lebih jauh, Harold Crouch dalam bukunya “Militer dan Politik di Indonesia” menerangkan bahwa pandangan pihak militer terpecah menjadi dua kelompok, namun keduanya tetap menganut sifat antipartai. Hal ini juga disampaikan oleh A.H. Nasution. Kelompok pertama adalah kelompok berhalauan keras yang ingin mengubah struktur politik dengan sistem dwipartai. Berbeda dengan kelompok tersebut, kelompok kedua adalah kelompok moderat yang cenderung tetap ingin mempertahankan sistem politik saat itu, dan menginginkan perubahan dilaksanakan secara bertahap dan alami.

 

C.     Dampak pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru.

Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentu memiliki dampak yang akan dirasakan secara luas, tidak terkecuali Dwifungsi ABRI. Dalam hal ini, kita akan mengetahui bahwa Dwifungsi ABRI tidak hanya menimbulkan dampak negatif sebagaimana yang berkembang di masyarakat selama ini, namun juga dampak positif bagi system politik di Indonesia yang seringkali tidak diekspos pada masyarakat.

 

Diantara berbagai dampak negatif yang muncul sebagai konsekuensi pelaksanaan Dwifungsi ABRI, berkurangnya jatah kaum sipil di bidang pemerintahan adalah hal yang paling terlihat. Pada masa Orde Baru, pelaksanaan negara banyak didominasi oleh ABRI. Dominasi yang terjadi pada masa itu dapat dilihat dari:

1.       Banyaknya jabatan pemerintahan mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar diisi oleh anggota ABRI yang “dikaryakan”,

2.       Selain dilakukannya pembentukan Fraksi ABRI di parlemen, ABRI bersama-sama Korpri pada waktu itu juga dijadikan sebagai salah satu tulang punggung yang menyangga keberadaan Golkar sebagai “partai politik” yang berkuasa pada waktu itu

3.       ABRI melalui berbagai yayasan yang dibentuk diperkenankan mempunyai dan menjalankan berbagai bidang usaha dan lain sebagainya


Hal ini pada dasarnya bisa kita pahami sebagai sebuah pelaksanaan pendekatan patrimonialisme yang dilakukan oleh Soeharto dalam menjalankan pemerintahannya. Sebagaimana kita ketahui, pada awal pemerintahannya Soeharto mengalami masa yang cukup sulit. Pemberontakan PKI yang terjadi pada tahun 1965 waktu itu menimbulkan goncangan yang cukup hebat bagi seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan politik di Indonesia mengalami instabilitas yang sangat hebat. Belum lagi inflasi yang cukup tinggi hingga ratusan persen membuat perekonomian          Indonesia                           terpuruk      sangat       dalam.   Dalam    kaitannya                   dengan pemberontakan PKI, ABRI yang dipimpin oleh Soeharto waktu itu tampil sebagai pihak yang mampu menumpas kebiadaban PKI. Tentu saja ini adalah sebuah prestasi yang layak untuk diganjar dengan penghargaan di mana Soeharto menempatkan banyak Jendral dalam berbagai posisi pemerintahan. Lebih dari itu, dengan menempatkan jendral-jendral dalam posisi strategis di pemerintahan, Soeharto sedang berupaya untuk membentuk pola hubungan yang saling menguntungkan di mana dia ingin menciptakan loyalitas di kalangan elit dalam hal ini ABRI pada dirinya karena dengan posisi strategis tersebut, aspirasi para jendral khususnya di bidang materi bisa tercukupi dengan lebih mudah. Dengan demikian, pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto menjadi lebih stabil. Program-program yang diciptakan untuk memulihkan keadaan negara juga berhasil

dilakukan dengan efektif.

Dampak positif

1.       Kesejahteraan prajurit ABRI meningkat

Pada masa Orde Baru, ABRI mngendalikan berbagai yayasan dan perusahaan. Penghasilan dari yayasan dan perusahaan ini disalurkan untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan prajurit ABRI. Pada masa Orde Baru, gaji pegawai pemerintah, termasuk gaji anggota ABRI sangat rendah, sehingga mereka harus mencari pendapatan tambahan.

 

2.       Para prajurit ABRI ikut berkontribusi dalam pembangunan

Para prajurit dimobilisasi dalam kegiatan seperti ABRI Masuk Desa, untuk melakukan kegiatan pembangunan seperti perbaikan jalan hingga mendirikan sarana kesehatan.


 

Dampak negatif

1.       Terjadi dominasi oleh ABRI terhadap masyarakat sipil

Pada masa Orde Baru, akibat dominasi ABRI, sangat banyak jabatan penting di Indonesia, seperti walikota, bupati dan gubernur iisi oleh para prajurit maupun purnawirawan ABRI. Akibatnya, peluang dan aspirasi politis masyarakat sipil menjadi terhambat.

 

2.       ABRI menjadi alat politik praktis

Dengan Dwi Fungsi ABRI, di MPR dan DPR terdapat anggota dewan dan majlis yang ditunjuk oleh ABRI. Bersama dengan para kepala daerah yang berasal dari ABRI, mereka dianggap sebagai kepanjangan tangan dari Presiden Soeharto. Akibatnya, setelah pemerintahan Soeharto tumbang, keberadaan Fraksi ABRI dan anggota MPR/DPR dari ABRI dihapuskan


BAB III KESIMPULAN

 

 

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang berdirinya ABRI dan lahirnya Konsep Dwifungsi ABRI serta peran ABRI di Masa Pemerintahan Orde Baru. Dalam membahas karya ilmiah ini digunakan metode sejarah dengan tahapan yaitu, pemilihan judul, heuristik, kritik sumber, interpretasi, historiografi. Dalam penulisan karya ilmiah ini dapat diambil kesimpulan bahwa, Konsep Dwifungsi ABRI mengemban dua fungsi, yaitu fungsi sebagai kekuatan Hankam dan fungsi kekuatan sosial politik, yang sangat berperan penting dalam mewujudkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis di segalah aspek kehidupan bangsa dalam rangka memantapkan tannas untuk mewujudkan tujuan nasional berdasarkan Pancasila.

Lahirnya Konsep Dwifungsi ABRI adalah sebagai jiwa, tekad dan semangat pengabdian ABRI , untuk bersama-sama dengan kekuatan lainnya, memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia, baik di bidang Hankam negara maupun di bidang kesejahteraan bangsa dalam rangka menciptakan tujuan nasional, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto peran ABRI sebagai kekuatan sosial politik sejak 1965 dapat dilihat dalam empat bidang utama, yakni sebagai stabilisator, sebagai dinamisator, sebagai pelopor, dan sebagai pelaksana sistem demokrasi liberal. Dalam peran militer pada Orde Baru yang berakibat pada perubahan demokrasi, dengan dalih “militer” professional, dimana militer diletakan sebagai sesuatu yang signifikan terhadap perubahan negara bangsa ke depan, yaitu kebutuhan terhadap modernisasi sekaligus tanggung jawabnya terhadap sikap pengabdiannya kepada masyarakat dan negara. ABRI ikut andil menentukan kebijakan-kebijakan negara dan dengan demikian mesti secara formal diakui dan diposisikan sebagai kekuatan sosial politik. Maka militer Indonesia menempati jabatan-jabatan politis seperti menteri, gubernur, bupati, anggota Golkar dan duduk di DPR.


Daftar pustaka

 

Notosusanto, Nugroho dkk. 1984. Pejuang dan Prajurit Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI, Jakarta: Sinar Harapan.

Luna, E., Hapus Dwifungsi Partai Politik!, , diakses pada 30 April 2012.

 

Nurul, C., Praktek Fungsi dan Peran Intelejen di Masa Orde Baru’, , diakses pada 30 April 2012.

Partai Golkar, Sejarah, , diakses pada 1 Mei 2012.

 

Scribd, Dwifungsi ABRI Sebagai Bentuk Praktek Politik Praktis Militer di Indonesia, , diakses pada 1 Mei 2012.

Scribd, Sejarah Partai Politik PPP, , diakses pada 1 Mei 2012.

 

Scribd, Dwifungsi ABRI Sebagai Bentuk Praktek Politik Praktis Militer di Indonesia, , diakses pada 1 Mei 2012.

Siar News, ABRI Hujat dan Lecehkan Dirinya Sendiri, , diakses pada 26 April 2012.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Dan Soeharto Oleh Ust.Hilmi Amirudin

Peristiwa Kontemporer Dunia (Perpecahan Uni Sovyet)

LATIHAN SOAL SEJARAH INDONESIA