DEMOKRASI TERPIMPIN KEKUATAN POLITIK NASIONAL
DEMOKRASI
TERPIMPIN
KEKUATAN
POLITIK NASIONAL
DISUSUN
OLEH
ABIGAIL
HARISTA
BAGAS
RIZKI HERTANTO
CHRISTINE
THERESIA PURBA
FERDINAND
DAVID SANTOSO
SEKOLAH
MENEGAH ATAS 25 JAKARTA
Jalan A.M
Sangaji No. 22-24 Petojo Utara Gambir RT.2/RW.5 2 5, RT.2/RW.5, Petojo Utara,
Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10130
PENDAHULUAN
Demokrasi di Indonesia sendiri
secara formal sudah berjalan selama 61 tahun semenjak Indonesia merdeka.
Perkembangan pelaksanaan demokrasi juga mengalami pasang surut
dimulai pada pelaksanaan
demokrasi masa revolusi
kemerdekaan dengan sistem Presidensial
dimana Presiden sebagai
kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan dimulai pada
tanggal 22 Agustus
1945, tetapi pada
tanggal 14 November
1945 demokrasi sistem Presidensial
diubah dengan sistem
parlementer maka jabatan
kepala negara yaitu Presiden dipisahkan
dari jabatan kepala
pemerintahan Perdana Menteri.
Perubahan sistem
pemerintahan dilakukan untuk
menghapus citra negatif
di luar negeri
bahwa pemerintahan Soekarno
adalah pemerintahan boneka Jepang, dan lagi melalui maklumat pemerintah pada
tanggal 3 November 1945 telah mendukung lahirnya sistem parlementer maklumat
tersebut berisi tentang pembentukan partai-partai politik, maka pemerintahan
yang terbentuk adalah pemerintahan
parlementer dengan koalisi
multi partai bertanggung
jawab pada KNIP
atau ministrial responsibility.
Demokrasi Terpimpin merupakan suatu
gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Gagasan ini dikenal
sebagai Konsepri Presiden 1957. Terdapat dua pokok pemikiran dalam konsepsi
tersebut, di antaranya: Pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem
Demokrasi Terpimpin yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi
masyarakat secara seimbang. Membentuk kabinet gotong royong berdasarkan
imbangan kekuatan masyarakat, yang terdiri atas wakil partai politik dan
kekuatan golongan politik baru atau golongan fungsional alias golongan karya.
Tujuan sistem Demokrasi Terpimpin adalah untuk menata kembali kehidupan politik
serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Namun, pada pelaksanaannya justru
kerap melanggar UUD 1945. Sistem Demokrasi Terpimpin mulai ditinggalkan setelah
terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang menjadi awal melemahnya
pengaruh dan kekuasaan Presiden Sukarno.
Kemudian perkembangan
selanjutnya adalah demokrasi
parlementer antara tahun 1950-1959 berdasarkan
Undang-Undang Sementara tahun
1950. Dalam periode
ini partai-partai politik
berpeluang berkembang secara
maksimal, peranan parlemen
yang sangat tinggi, dan
pelaksanakan Pemilu pertama
pada tahun 1955
yang sangat demokratis.
Tetapi kelemahan pada demokrasi
parlementer adalah tidak
adanya partai yang berkuasa
mutlak sehingga yang terjadi
adalah koalisi kabinet
yang sangat rapuh
yang mengakibatkan tidak berjalannya proses
pembangunan, kemudian periode
demokrasi terpimpin antara
tahun 1959-1965, periode ini
merupakan proses terbentuknya otoritarianisme[1]
karena kekecewaan kepada
partai-partai politik dan
demokrasi, periode selanjutnya
demokrasi pancasila 1965-1998, dan demokrasi masa transisi 1998 –
sekarang.
Dalam memahami perkembangan
demokrasi di Indonesia, kita dapat melihat bagaimana periodesasi sejarah
demokrasi di Indonesia seperti yang sudah di jelaskan secara singkat diatas.
Tetapi yang akan
dibahas dalam tulisan
ini adalah bagaimana
demokrasi terpimpin dipilih oleh
Presiden Soekarno untuk
menggantikan periode demokrasi
liberal dengan sistem multi
partai, sistem ini
hanya melahirkan pemerintahan
koalisi yang terlalu lemah dan singkat, sehingga membuat
tidak bisa terlaksananya program kabinet.
Hal penting lainnya
yakni kegagalan dewan
konsituante yang terdiri
dari partai-partai politik untuk
menyusun konstitusi yang baru
menggantikan UUDS 1950. Tulisan ini mengkaji lebih mendalam latar belakang
Presiden Soekarno melaksanakan demokrasi terpimpin dan menjelaskan perihal
konsepsi demokrasi terpimpin tersebut.
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
secara formal berlaku setelah diumumkan Dekrit tanggal 5 Juli 1959.[2]
Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk
menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota Konstituante mulai
bersidang pada 10 November 1956, tetapi pada kenyataannya hingga tahun 1958
belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan
masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi
hal itu, Presiden Ir. Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang
Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD
'45.
Pada 30 Mei 1959 Konstituante
melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199
suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak, pemungutan
suara ini harus diulang karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum
adalah jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, majelis, dan
sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan
suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni
1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk
meredam kemacetan, pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (masa
perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang
kemudian ternyata untuk selama-lamanya. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan, maka Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal A.H.
Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), mengeluarkan
peraturan No.Prt/Peperpu/040/1959 yang berisi larangan melakukan
kegiatan-kegiatan politik. Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI Suwirjo
mengirimkan surat kepada Presiden agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945
dan membubarkan Konstituante. Oleh karena itu, secara resmi pula Indonesia
menggunakan sistem Demokrasi terpimpin yang di dalamnya juga termasuk
pelaksanaan dari sistem Ekonomi Terpimpin itu sendiri. Bagaimana hubungan
antara Demokrasi Terpimpin dengan Ekonomi Terpimpin? Antara keduanya merupakan
suatu sistem yang saling mendukung. Dalam membicarakan persoalan politik dan
ekonomi Indonesia, maka tidak akan lepas dari persoalan yang hakiki dari bangsa
Indonesia. Persoalan hakiki tersebut adalah masalah kepribadian bangsa
Indonesia. Itulah yang dinamakan ‘gotong royong’. Bung Karno, dalam kaitannya
dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya, mengatakan, bahwa gotong-royong merupakan
landasan dasar kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karena itu diperlukan suatu
sistem yang tegas dan jelas untuk merealisasikan kepribadian itu dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. yang memberikan suatu pimpinan dan manajemen
ke arah tujuan yang satu yaitu masyarakat yang berkeadilan sosial. Memang,
suatu sistem demokrasi dimaksudkan untuk menciptakan suatu kestabilan tatanan
masyarakat baik ekonomi, politik, maupun sosial. terciptanya demokrasi yang
stabil diperlukan adanya syarat-syarat sosial ekonomi yang stabil pula. Itulah sebabnya,
dalam rangka stabilisasi dalam. Demokrasi Terpimpin diperlukan syarat ekonomi
yang stabil dan mendukung sistem demokrasi tersebut, yaitu sistem Ekonomi
Terpimpin menuju masyarakat adil dan makmur.
Ide Demokrasi Terpimpin digagas oleh
Presiden Sukarno sejak awal tahun 1957 dan kemudian dijelaskan dalam Sidang
Konstituante tanggal 22 April 1957. Seharusnya, Demokrasi Terpimpin sebagai
suatu sistem pemerintahan dilakukan berdasarkan UUD 1945. Namun, pada
praktiknya tidak demikian. Demokrasi Terpimpin justru mengarah pada pemusatan
kekuasaan dalam satu tangan, tidak mengindahkan quorum dan oposisi, serta tidak
menghendaki pemungutan suara. Baca juga: Apa Hubungan Pancasila dengan
Pembukaan UUD 1945? Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 Bunyi Isi
Pasal 7 UUD 1945 Tentang Masa Jabatan Presiden & Wapres DPR hasil Pemilu
1955 dibubarkan dan diganti dengan DPR Gotong Royong yang anggota-anggotanya
dipilih dan diangkat sendiri oleh presiden. Begitu pula dengan pembentukan dan
penyusunan lembaga-lembaga negara tertinggi lainnya seperti MPRS dan DPAS.
Dengan demikian, dikutip dari tulisan bertajuk "Rantjangan Pendjelasan
Pelengkap Undang-Undang Dasar 1945" yang terhimpun dalam Buletin MPRS
(1967), pelaksanaan Demokrasi Terpimpin telah menyeleweng dari ketentuan UUD
1945. Pada pelaksanaannya, justru terjadi beberapa pelanggaran terhadap UUD
1945 dan pemerintah cenderung menjadi sentralistik. Hal ini dikarenakan
terpusat hanya kepada presiden yang membuat posisi presiden sangat kuat dan
berkuasa.
Di dalam essay ini, membahas tentang
salah satu fragmem yang terjadi pada saat demokrasi terpimpin di terapkan di
Indonesia pada dahulu itu. Essay ini berisi tentang kekuatan politik nasional
pada pasa demokrasi terpimpin di Indonesia. Ada banyak sekali partai politik
yang bereran aktif pada masa pemerintahan demokrasi terpimpin. Essay ini
diharapkan agar dapat membuat para pembaca, serta penulis itu sendiri untuk
menambah wawasan serta ilmu pengetahuannya.
ISI
Demokrasi Terpimpin merupakan
pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi
parlementer. Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, peta kekuatan politik nasional era Demokrasi Terpimpin
mengalami pasang surut. Antara tahun 1960-1965, kekuatan politik terpusat di
tangan Presiden Soekarno yang memegang seluruh kekuasaan negara. Presiden
Soekarno didampingi Angkatan Darat dan PKI di sampingnya. Presiden Soekarno
selalu mengungkapkan bahwa revolusi Indonesia memiliki lima gagasan penting yang
terangkum dalam Manisfeesto Politik, yaitu: Undang-Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia. Sejak tahun 1961, Manifesto Politik menjadi salah satu ilmu yang
harus dipelajari dalam dunia pendidikan. Beberapa surat kabar yang pro Masyumi
dan PSI menolak ide tersebut, sehingga dilarang terbit oleh pemerintah. Ada
beberapa perisitiwa yang membentuk kekuatan politik nasional yag dimana akan
dijelaskan sebagai berikut:
●
KONFLIK DENGAN DPR
Dalam perkembangannya,
beberapa fraksi dalam DPR menolak kebijakan Presiden Soekarno sehingga pecah
konflik antara Presiden dan DPR. Konflik tersebut mencapai puncak, ketika DPR
menolak RAPBN 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden menjadikan masalah ini
untuk membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan dibubarkan pada Juni 1960. Setelah
itu, Presiden Soekarno membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPR-GR). Presiden memilih dan mengangkat sendiri anggota DPR dan harus terikat
aturan yang ditetapkan presiden.[3] Pada 5 Maret 1960,
Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955. Pembubaran tersebut didasarkan pada
penolakan DPR terhadap usulan Rancangan Anggaran Pembelanjaan Negara (RAPBN)
yang diajukan pemerintah. Setelah pembubaran, Soekarno membentuk DPR GR pada Juni
1960. Soekarno secara langsung memilih anggota DPR GR berdasar perimbangan
ideologi partai, yakni Islam, Nasionalis, Komunis, Kristen-Katolik dan golongan
fungsional. Secara keseluruhan anggota DPR GR berjumlah 283 orang yang terdiri
dari 130 wakil partai dan 153 wakil golongan fungsional.
●
AJARAN RESOPIM
Resopim adalah ajaran
mengenai seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dicapai
melalui sebuah proses revolusi yang dijiwai oleh sosialisme dan dikendalikan
oleh satu pimpinan nasional. Pimpinan nasional tersebut diberi nama Panglima
Besar Revolusi (PBR), yakni Presiden Soekarno yang pada masa itu memimpin
Indonesia.
Ajaran ini memiliki
dampak yakni lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan oleh
presiden. Hal itu terlihat dari pemberian pangkat menteri kepada pemimpin
lembaga tersebut. Padahal kedudukan menteri adalah sebagai pembantu presiden. Revolusi,
sosialisme Indonesia, dan pimpinan nasional (Resopim) bertujuan untuk
memperkuat kedudukan Presiden Soekarno. Intinya seluruh unsur kehidupan
berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, jiwa oleh sosialisme,
dan dikendalikan oleh satu pimpinan, yang disebut Panglima Besar Revolusi yaitu
Presiden Soekarno.
·
KABINET KERJA
Pada 10 Juli 1959, Soekarno mengumumkan terbentuknya kabinet baru
bernama Kabinet Kerja. Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi
Terpimpin Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan
email Pimpinan kabinet ini terdiri dari Soekarno sebagai Perdana Menteri dan
Djuanda sebagai menteri pertama. Djuanda dibantu oleh dua wakil yaitu dr.
Leimana dan dr. Soebandrio. Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004
(2005) karya M.C Ricklefs, anggota Kabinet Kerja terdiri dari sembilan menteri
dan 24 menteri muda. Kabinet ini memiliki tiga program utama,yaitu: • Perbaikan
kesejahteraan rakyat • Peningkatan keamanan dalam negri • Pembebasan Irian
Barat
●
PRESIDEN SEUMUR HIDUP
DAN NASAKOM
MPRS menetapkan Presiden
Soekarno sebagai presiden sumur hidup dalam Sidang Umum 1063. Presiden Soekarno
mendapat tiga dukungan yaitu, nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom). Sistem
pemerintahan yang dikembangkan Presiden Soekarno memberikan peluang bagi tumbuh
dan berkembangnya ideologi komunis. Presiden Soekarno juga mengajarkan Nasakom
kepada masyarakat. Di mana Nasakom merupakan cermin paham bebagai golongan
masyarakat Indonesia. Sehingga persatuan Indonesia dapat terwujud jika
melaksanakan dan menerima ajaran Nasakom.
·
MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Semenntara)
MPRS dibentuk oleh Soekarno pada 31 Desember 1959 melalui
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959. Tugas pokok dan fungsi dari MPRS adalah
menetapkan Garis-Garis Besar Halauan Negara (GBHN). Keanggotaan MPRS terdiri
atas anggota DPR Gotong Royong (GR), utusan daerah dan golongan fungsional.
Jumlah total MPRS sebanyak 616 orang yang terdiri dari 257 anggota DPR GR, 241
utusan golongan fungsional dan 118 utusan daerah. Struktur pimpinan MPRS
terdiri dari Chaerul Saleh (ketua), Ali Sastroamidjojo (wakil ketua), Idham
Khalid (wakil ketua), D.N Aidit (wakil ketua), Wiluyo Puspoyudo (wakil ketua)
·
FRONT NASIONAL
Front Nasional merupakan sebuah institusi kenegaraan yang dibentuk
melalui Penetapan Presiden Nomor 13 Tahun 1959. Dalam jurnal Sistem dan
Konstelasi Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin (2014) karya Sahru
Romadloni, Front Nasional merupakan lembaga yang didirikan dengan tujuan untuk
memobilisasi massa demi kepentingan nasional. Tugas utama dari Front Nasional
adalah: Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia Melakukan pembangunan semesta
nasional Mengembalikan Irian Barat ke NKRI
●
PARTAI KOMUNIS INDONESIA
(PKI)
Dalam perjalanannya, PKI
memanfaatkan ajaran Nasakom, sehingga berhasil mendapatkan tempat dalam
konstelasi politik Indonesia. Strategi ini juga meyakinkan Presiden Soekarno
bahwa PKI merupakan partai pendukung utama kebijakan pemerintah membubarkan
beberapa partai politik yang terlibat dalam pemberontakan, PKI berhasil
terhindar dari pembubaran tersebut. Dihidupkannya UUD 1945 merupakan usulan
dari TNI dan didukung penuh dalam pelaksanaannya. Menguatnya pengaruh TNI AD,
membuat Presiden Soekarno berusaha menekan pengaruh TNI AD, terutama Nasution
dengan dua taktik, yaitu Soekarno berusaha mendapat dukungan partai-partai
politik yang berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan
bersenjata lainnya terutama angkatan udara. Kekuatan politik baru lainnya
adalah PKI. PKI sebagai partai yang bangkit kembali pada tahun 1952 dari
puing-puing pemberontakan Madiun 1948. PKI kemudian muncul menjadi kekuatan
baru pada pemilihan umum 1955. Dengan menerima Penetapan Presiden No. 7 1959,
partai ini mendapat tempat dalam konstelasi politik baru. Kemudian dengan
menyokong gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno, PKI dapat memperkuat kedudukannya.
Angkatan Darat yang mengetahui kedekatan PKI dengan Presiden Soekarno
mengerahkan berbagai cara untuk menghambat pergerakan PKI. PKI menerapkan strategi “menempel” pada Presiden Soekarno. Secara
sistematis, PKI berusaha memperoleh citra sebagai Pancasilais dan pedukung
kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang menguntungkannya. Hal ini seperti
apa yang diungkapkan D.N. Aidit bahwa melaksanakan Manipol secara konsekuen
adalah sama halnya dengan melaksakan program PKI. Hanya kaum Manipolis munaik
dan kaum reaksionerlah yang berusaha menghambat dan menyabot manipol. Apa yang
diungkapkan Aidit ini merupakan suatu upaya untuk memperoleh citra sebagai
pendukung Soekarno. PKI mampu memanfaatkan ajaran Nasakom yang diciptakan
Soekarno sebaik-sebaiknya, karena lewat Nasakom inilah PKI mendapat tempat yang
sah dalam konstelasi politik Indonesia. Kedudukan PKI semakin kuat dan
respektabilitasnya sebagai kekuatan politik sangat meningkat. Bahkan ketika
Presiden Soekarno akan membubarkan partai melalui penetapan presiden, konsep
awal disebutkan bahwa partai yang akan dibubarkan adalah partai yang
memberontak. Pimpinan Angkatan Darat mengeluarkan perintah untuk menangkap DN
Aidit [4]dan melarang terbitan surat
kabar harian Rakyat. Namun hal tersebut menuai protes Presiden Soekarno dan
memerintahkan agar semua keputusan Angkatan Darat dicabut. Memasuki tahun 1964
serangan terhadap PKI semakin banyak. Beberapa surat kabar memberitakan
penemuan dokume rahasia PKI yang berencana merebut kekuasaan. Hal tersebut dibantah
oleh DN Aidit. Isu tersebut berkembang menjadi isu politik besar.[5] Presiden Soekarno berupaya
menyelesaikan masalah tersebut dengan mengumpulkan seluruh pimpinan partai
politik. Dalam pertemuan tersebut, seluruh pemimpin partai politik sepakat mengakhiri
perseteruan karena pemerintah sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.
●
KONDISI EKONOMI
Kondisi perekonomian
yang buruk menjadi salah satu alasan Demokrasi Terpimpin (1959-1965) gagal di
Indonesia. Kondisi ekonomi kala itu menjadi salah satu kondisi terburuk dalam
catatan sejarah Indonesia. Beberapa masalah yang dihadapi yakni: Ekspor dan
invesasi merosot Menipisnya cadangan devisa Inflasi mencapai ratusan persen
Harga kebutuhan pokok mahal Adapun penyebabnya antara lain: Indonesia baru
merdeka Pemberontakan dan gejolak politik terjadi berulang kali Indonesia
berkonfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat Anggaran negara
dihamburkan untuk proyek politik Presiden Soekarno Kebijakan yang dikeluarkan
gagal untuk menyelamatkan perekonomian baru 15 tahun merdeka. Kegagalan dalam
penanggulangan masalah ekonomi era Demokrasi Terpimpin disebabkan oleh: Masalah
ekonomi tidak diatasi Politik dikedepankan tanpa memperhatikan ekonomi
Peraturan yang dikeluarkan pemerintah sering bertentangan antara satu peraturan
dengan peraturan lainnya Tidak ada ukuran obyektif untuk menilai suatu usaha
atau hasil dari suatu usaha Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah
urus Kebangkrutan tidak dapat dikendalikan Pada masa Demokrasi Terpimpin, semua
aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan.
PENUTUPAN
●
KESIMPULAN
Antara tahun 1960-1965,
kekuatan politik pada waktu itu terpusat di tangan Presiden Soekarno. Presiden
Soekarno memegang seluruh kekuasaan negara dengan TNI AD dan PKI di sampingnya.
TNI, yang sejak kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B. kemudian pemberontakan PRRI
dan Permesta pada tahun 1958, mulai memainkan peranan penting dalam bidang
politik. Dihidupkannya UUD 1945 merupakan usulan dari TNI dan didukung penuh
dalam pelaksanaannya. Menguatnya pengaruh TNI AD, membuat Presiden Soekarno
berusaha menekan pengaruh TNI AD, terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu
Soekarno berusaha mendapat dukungan partai-partai politik yang berpusat di Jawa
terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya terutama
angkatan udara. Kekuatan politik baru lainnya adalah PKI. PKI sebagai partai
yang bangkit kembali pada tahun 1952 dari puing-puing pemberontakan Madiun
1948. PKI kemudian muncul menjadi kekuatan baru pada pemilihan umum 1955.
Dengan menerima Penetapan Presiden No. 7 1959, partai ini mendapat tempat dalam
konstelasi politik baru. Kemudian dengan menyokong gagasan Nasakom dari
Presiden Soekarno, PKI dapat memperkuat kedudukannya. Sejak saat itu PKI
berusaha menyaingi TNI dengan memanfaatkan dukungan yang diberikan oleh
Soekarno untuk menekan pengaruh TNI AD. PKI berusaha untuk mendapatkan citra
yang positif di depan Presiden Soekarno. PKI menerapkan strategi
"menempel" pada Presiden Soekarno. Secara sistematis, PKI berusaha
memperoleh citra sebagai Pancasilais dan pedukung kebijakan-kebijakan Presiden
Soekarno yang menguntungkannya. J
h h h h h h h h h h h h h h h h h h h h
h h h h h h h h h h hh h h h h hh
hh h hh h h h h h h h h h h h h h hh
h h hh h h h h h hh h h h h h h hh h h h h h h
h hh h h h h hh h h h h hh
h h h hh h h h h h h hh
h h h h h h h h h hh h h
DAFTAR PUSTAKA
Indrajat, Himawan,. Demokrasi
Terpimpin Sebuah Konsepsi Pemikiran Soekarno Tentang Demokrasi. Jurnal
Sosiologi, Vol. 18, No. 1: 53-62 55
Gischa, Serafica,. Politik
Demokrasi Terpimpin: Peta Kekuatam Politik Nasional. (2020).https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/28/130000769/politik-demokrasi-terpimpin--peta-kekuatan-politik
nasional?page=all. Diakses pada tanggal 13 September 2021 jam 16.48 WIB
Nugraha, Resta,. Peta Kekuatan Politik Nasional Indonesia. (2020). https://youtu.be/qro2MJTHyIM. Diakses pada tanggal
13 September 2021 jam 17:58 WIB
Sari, Novita,. Peta Kekuatan
Politik Nasional Masa Demokrasi Terpimpin. (2020). https://youtu.be/oku0b5Yenmo. Diakses pada tanggal
13 September 2021 jam 18:14 WIB
Saputri, Okti Wahyu,. Peta
Kekuatan Politik Indonesia PPLK FKIP UNTIRTA 2020. (2020). https://youtu.be/AszRww3EYbg. Diakses pada tanggal
13 September 2021 jam 18:20
[1] Otoritarianisme
adalah bentuk organisasi sosial yang ditandai oleh penyerahan kekuasaan. Ini
kontras dengan individualisme dan demokrasi. Dalam politik, suatu pemerintahan
otoriter adalah satu di mana kekuasaan politik terkonsentrasi pada suatu
pemimpin. Otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik otoriter,
yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara
atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu.
[2] Dekret Presiden 5 Juli 1959, adalah dekret (secara legal Keputusan
Presiden) yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada
5 Juli 1959. Isi dekret ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu
1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.
[3] Dijelaskan oleh Resta Nugraha dalam video Peta Kekuatan
Politik Nasional Indonesia. (2020)
[4] Dipa
Nusantara Aidit atau dikenal juga dengan D.N. Aidit (30 Juli 1923 – 22 November
1965) adalah seorang pemimpin senior Partai Komunis Indonesia (PKI)
[5] Zulkifli,
Arif; Hidayat, Bagja, ed. (2010). Aidit, Dua Wajah Dipa Nusantara. Seri
Buku Tempo. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9789799109187.
Komentar
Posting Komentar