oleh: Ust Hilmi Aminuddin Beberapa pekan terakhir ini media digonjang-ganjingkan oleh komunikasi politik kita, mereka dikejutkan dengan iklan yang kita tayangkan yang menampilkan seorang tokoh bangsa yang dianggap kontroversial untuk ditampilkan sejajar dengan tokoh bangsa lainnya. Sebut saja, tokoh kontroversial itu adalah Jendral Suharto, Presiden RI kedua. Iklan ini juga menuai kontroversi yang cukup tajam di internal kita. Bahkan beberapa isu tak sedap sempat beredar, diantaranya dugaan beberapa ikhwah bahwa qiyadah kita menerima dana dari keluarga cendana. Disini saya tak akan membahas tentang isu atau rumor yang berkembang terkait pemunculan iklan itu, saya ingin lebih fokus membahas tentang bagaimana seharusnya saya, atau ikhwan dan akhwat memahami sebuah komunikasi politik yang dilakukan oleh partai kita. Ok, kita mulai. Bismillahirrahmanirrahiim. Iklan yang menghebohkan itu hanya berdurasi 15 detik dan ditayangkan selama 3 (tiga) hari melalui media televisi lokal. Menampilkan ...
Dari Mimbar jumat ke jumat kita selalu diingatkan untuk meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Dingatkan oleh Khatib yang berbicara dari atas mimbar sebagai nasihat kita umat yang beriman kepada Allah dan Rosul Muhammad SAW. Dari Jumat ke Jumat amalan kita selalu dihtung oleh Allah SWT. Karena setiap Jumat para Malaikat melaporkan catatan kebaikan dan keburukan yang dilakukan oleh Umat manusia di muka bumi Karena di atas mimbar khatib selalu mengatakan *Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102) Ayat tu bukan hanya untuk diri khatib tapi untuk jamaah kaum muslimin. Sandaran taqwa memberikan arti bahwa kita wajib menjalankan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Kemudian pada sisi yang lain khatib berpesan untuk selalu meniri atau mencontoh perilaku kehidupan Rosulullah Muhammad SAW. Karena dalam diri Nabi Muhammad ada cont...
1) Perhatikan cuplikan teks berikut! Tanam paksa diterapkan secara perlahan mulai tahun 1830 sampai 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah berjalan sepenuhnya di Jawa. Pada tahun 1843, padi pun dimasukkan dalam system tanam paksa sehingga tahun 1844 timbul paceklik di Cirebon, Demak, Grobogan yang menyebabkan ribuan rakyat mati kelaparan. Stelah peristiwa tersebut, antara tahun 1850 – 1860 muncul perlawanan secara gencar dari kalangan orang Belanda sendiri seperti L Vitalis (Inspektur pertanian), Dr W Bosch (Kepala Dinas Kesehatan) dan W Baron Van Hoevell (Kaum Humanis) untuk menuntut dihapusnya Tanam Paksa. Selain tokoh tersebut pada tahun 1860 seorang mantan asisten Residen di Lebak Banten yaitu Eduward Douwwes Dekker menulis buku Max Havelaar yang berisi kritik tajam atas pelaksanaan Tanam Paksa yang tidak manusiawi. Dengan kritikan ini perha...
Komentar
Posting Komentar