oleh: Ust Hilmi Aminuddin Beberapa pekan terakhir ini media digonjang-ganjingkan oleh komunikasi politik kita, mereka dikejutkan dengan iklan yang kita tayangkan yang menampilkan seorang tokoh bangsa yang dianggap kontroversial untuk ditampilkan sejajar dengan tokoh bangsa lainnya. Sebut saja, tokoh kontroversial itu adalah Jendral Suharto, Presiden RI kedua. Iklan ini juga menuai kontroversi yang cukup tajam di internal kita. Bahkan beberapa isu tak sedap sempat beredar, diantaranya dugaan beberapa ikhwah bahwa qiyadah kita menerima dana dari keluarga cendana. Disini saya tak akan membahas tentang isu atau rumor yang berkembang terkait pemunculan iklan itu, saya ingin lebih fokus membahas tentang bagaimana seharusnya saya, atau ikhwan dan akhwat memahami sebuah komunikasi politik yang dilakukan oleh partai kita. Ok, kita mulai. Bismillahirrahmanirrahiim. Iklan yang menghebohkan itu hanya berdurasi 15 detik dan ditayangkan selama 3 (tiga) hari melalui media televisi lokal. Menampilkan
A. Perpecahan USSR Runtuhnya Uni Soviet yang menandai berakhirnya Perang Dingin memberi implikasi yang lebih rumit bagi kondisi hubungan internasional. Ketegangan maupun persaingan antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet pada saat Perang Dingin berlangsung tidak lagi mewarnai sistem politik internasional. Kondisi sistem internasional yang tidak stabil karena mengalami perubahan dari bipolar menjadi multipolar menjadi suatu masalah tersendiri karena akan berpengaruh terhadap negara-negara anggota system internasional tersebut.Ketidakstabilan kondisi sistem internasional tersebut ditandai dengan mulai merebaknya konflik antar etnis dan agama, proliferasi senjata pemusnah massal, maupun terorisme. Asia Timur sebagai salah satu kawasan dalam sistem internasional juga terpengaruh oleh adanya ketidakstabilan sistem internasional yang diawali sejak berakhirnya Perang Dingin. Dengan kondisi sistem internasional yang tidak stabil membuat negara-negara di Asia Timur mulai
1) Perhatikan cuplikan teks berikut! Tanam paksa diterapkan secara perlahan mulai tahun 1830 sampai 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah berjalan sepenuhnya di Jawa. Pada tahun 1843, padi pun dimasukkan dalam system tanam paksa sehingga tahun 1844 timbul paceklik di Cirebon, Demak, Grobogan yang menyebabkan ribuan rakyat mati kelaparan. Stelah peristiwa tersebut, antara tahun 1850 – 1860 muncul perlawanan secara gencar dari kalangan orang Belanda sendiri seperti L Vitalis (Inspektur pertanian), Dr W Bosch (Kepala Dinas Kesehatan) dan W Baron Van Hoevell (Kaum Humanis) untuk menuntut dihapusnya Tanam Paksa. Selain tokoh tersebut pada tahun 1860 seorang mantan asisten Residen di Lebak Banten yaitu Eduward Douwwes Dekker menulis buku Max Havelaar yang berisi kritik tajam atas pelaksanaan Tanam Paksa yang tidak manusiawi. Dengan kritikan ini perhatian terhadap kondisi di Indonesia semakin luas di kalangan masyarakat Belanda, mereka menuntut agar system t
Komentar
Posting Komentar