PERISTIWA KONTEMPORER DUNIA (PEOPLE POWER FILIPHINA)
Dalam
buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer (2013)
karya M.C Ricklefs dkk, berikut latar belakang gerakan People Power di
Filipina:
1. Rezim
Ferdinand Marcos memimpin secara diktator dan kerap melakukan tindakan represif
terhadap aktivis dan golongan oposisi.
2. Utang
Filipina yang mencapai 25.000.000.000 dollar AS pada tahun 1983.
3. Pembunuhan
terhadap mantan senator Benigno Aquino Jr pada 21 Agustus 1983.
4. Adanya
indikasi kecurangan pada Pemilu 1986 yang dilakukan oleh Ferdinand Marcos.
Revolusi
EDSA adalah sebuah demonstrasi massal tanpa kekerasan di Filipina yang terjadi
pada tahun 1986. Aksi damai selama empat hari yang dilakukan oleh jutaan rakyat
Filipina di Metro Manila mengakhiri rezim otoriter Presiden Ferdinand Marcos
dan pengangkatan Corazon Aquino sebagai presiden. EDSA merupakan singkatan dari
Epifanio de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro Manila yang merupakan
tempat demonstrasi.
Ferdinand
Edralin Marcos adalah presiden ke sepuluh Filipina dan sebagai presiden pertama
yang terpilih menjabat selama dua periode berturut-turut. Ia mengawali karirnya
sebagai presiden Filipina yaitu pada 30 Desember 1965. Tidak ada hal yang buruk
pada periode pertama kepemimpinannya sebagai presiden. Mulai tumbuh pembangunan
infrastruktur, kebijakan-kebijakan luar negeri yang aman, dan juga keuangan pemerintahan
yang cukup stabil. Karena pencapaian yang cukup baik dalam masa kepemimpinan
periode pertama, akhirnya pada pemilihan umum selanjutnya Ferdinand Marcos
kembali terpilih menjadi Presiden Filipina. Marcos mulai memimpin untuk yang
kedua kalinya. Namun dengan terpilihnya Marcos kembali, justru membawa dampak
buruk bagi rakyat Filipina.
Keme
Setelah
terpilih pada 1965, Marcos jor-joran menggenjot pembangunan infrastruktur
ekonomi dan merekrut teknokrat ke pemerintahannya. Marcos mengamalkan apa yang
dipraktikkan Jepang dan Korea Selatan: membesarkan sejumlah konglomerat dalam
negeri untuk mendongkrak industri nasional. Ia memberikan konsesi monopoli
kepada sejumlah pengusaha di beberapa sektor strategis, di antaranya kehutanan,
pengadaan energi listrik, perkebunan, dan kehutanan. Para pengusaha ini kelak
menjadi kroni Marcos.
Sejak
1950-an, angka pertumbuhan ekonomi Filipina melampaui Taiwan, Korea Selatan,
dan seluruh negara di Asia Tenggara. Di Asia, sebagaimana dicatat oleh William
H. Overholt dalam “The Rise and Fall of Ferdinand Marcos” yang terbit di Asian
Survey (1986), stabilitas politik Filipina bahkan hanya bisa ditandingi oleh
Jepang. Namun, pada akhir 1960-an, ekonomi Filipina lesu, tepat ketika Marcos
berusaha terpilih kembali dalam pemilu 1969. Utang luar negeri pun membengkak
karena digunakan untuk membiayai kampanyenya.nangan Marcos di pemilu tahun 1969
ternyata tidak lepas dari perilaku-perilaku curang. Pemilu yang digelar dinilai
terlalu banyak memakan anggaran, karena Marcos melakukan kecurangan dengan
membeli suara. Bukan cuma itu, tindakannya yang dinilai melakukan
penyalahgunaan wewenang dalam keuangan negara, menyebabkan Filipina terdampak
inflasi dan devaluasi yang tinggi. Mulailah Presiden Marcos mendapat kritik
keras dari berbagai aktivis. Karena selain melakukan kecurangan saat pemilu,
pemerintahan Marcos dinilai melakukan korupsi, nepotisme, dan juga suap. Nah
mulai dari situ lah Squad kepercayaan masyarakat berkurang. Kondisi masyarakat
dan pemerintahan mulai tidak menentu.
Karena
keadaan tersebut, pada tahun 1972 Marcos mengumumkan Hukum Darurat Militer. Nah
di sinilah Squad, titik awal munculnya bibit gerakan people power atau revolusi
EDSA (Epifano de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro Manila). Revolusi
EDSA merupakan gerakan demonstrasi yang dilakukan secara damai oleh jutaan
masyarakat Filipina dalam menumbangkan rezim Ferdinand Marcos. Tidak ada
kerusuhan dalam revolusi EDSA, massa melakukan dengan ceria dan begitu
bergelora. Munculnya revolusi EDSA merupakan respon atas diberlakukannya Hukum
Darurat Militer yang menyebabkan hak berekspresi dan juga berpendapat menjadi
terbatas. Media massa tidak boleh ada satupun yang mengkritik, jika ketahuan
langsung deh ditutup oleh pemerintah. Pokoknya semua harus sesuai dengan apa
yang diinginankan Marcos, siapapun yang menentang, langsung deh ditangkep dan
dipenjara.
Pada
25 September 1986, Presiden Filipina Ferdinand Marcos meninggalkan Istana
Malacanang dengan helikopter. Sejak tiga hari sebelumnya jutaan orang tumpah di
jalan-jalan Manila menghendaki berakhirnya kediktatoran Marcos yang telah
berlangsung selama 14 tahun. Aksi yang disebut People Power itu kelak
menginspirasi gerakan pro-demokrasi di banyak negeri termasuk Taiwan, Korea
Selatan, dan Indonesia. Marcos masih populer di mata banyak politikus Filipina,
termasuk Rodrigo Duterte yang kini menjabat presiden. Dua tahun lalu, mantan
walikota Kota Davao yang telah membunuh ribuan warga miskin dalam “perang
melawan narkoba” itu mengusulkan pemindahan makam Marcos ke Taman Makam
Pahlawan. Dalam kesempatan lain, Duterte menyatakan Filipina lebih cocok
dipimpin diktator jika dirinya mundur sebelum perang melawan narkoba selesai.
“Jika saya tidak jadi presiden, biarlah diktator seperti Marcos yang memimpin
Filipina,” gertaknya
Pada
21 Agustus 1983, senator Benigno Aquino, Jr. (dikenal sebagai
"Ninoy") dibunuh di Manila International Airport (sekarang dikenal
sebagai Ninoy Aquino International Airport) setelah kembali dari pengasingan
selama tiga tahun di Amerika Serikat. Pembunuhannya mengagetkan dan membuat
marah rakyat yang kebanyakan telah kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan
Marcos. Hal tersebut juga mengejutkan pemerintahan Marcos yang melemah,
dikarenakan penyakit Marcos yang fatal dan terus memburuk. Istri Ninoy,
Corazon, kemudian menjadi figur populer menentang rezim Marcos.
https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_EDSA
https://mediaindonesia.com/humaniora/146870/1986-awal-peristiwa-people-power
https://tirto.id/diktator-ferdinand-marcos-umumkan-negara-dalam-keadaan-darurat-f2YS
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/02/153826269/people-power-dan-revolusi-di-filipina-1986.
Komentar
Posting Komentar