Peristiwa Kontemporer Dunia (Perpecahan Uni Sovyet)
A.
Perpecahan USSR
Runtuhnya Uni Soviet yang menandai berakhirnya Perang Dingin memberi implikasi yang lebih rumit bagi kondisi hubungan internasional. Ketegangan maupun persaingan antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet pada saat Perang Dingin berlangsung tidak lagi mewarnai sistem politik internasional. Kondisi sistem internasional yang tidak stabil karena mengalami perubahan dari bipolar menjadi multipolar menjadi suatu masalah tersendiri karena akan berpengaruh terhadap negara-negara anggota system internasional tersebut.Ketidakstabilan kondisi sistem internasional tersebut ditandai dengan mulai merebaknya konflik antar etnis dan agama, proliferasi senjata pemusnah massal, maupun terorisme. Asia Timur sebagai salah satu kawasan dalam sistem internasional juga terpengaruh oleh adanya ketidakstabilan sistem internasional yang diawali sejak berakhirnya Perang Dingin. Dengan kondisi sistem internasional yang tidak stabil membuat negara-negara di Asia Timur mulai mengarahkan perhatian pada perkembangan keadaan sekitarnya yang dianggap dapat menjadi sumber ancaman dan mencari cara untuK mengatasinya.
Uni
Soviet (bahasa Rusia: Сове́тский Сою́з, Sovétskiĭ Soyúz) atau Uni Republik
Sosialis Soviet, disingkat URSS (bahasa Rusia: Сою́з Сове́тских
Социалисти́ческих Респу́блик, Soyúz Sovétskikh Sotsialistícheskikh Respúblik;
disingkat CCCP, SSSR), adalah negara sosialis yang pernah ada antara tahun
1922–1991 di Eurasia Uni Soviet menganut sistem politik satu partai yang
dipegang oleh Partai Komunis hingga 1990. Walaupun Uni Soviet sebenarnya adalah
suatu kesatuan politik dari beberapa republik Soviet dengan ibu kota di Moskwa,
nyatanya Uni Soviet menjelma menjadi negara yang pemerintahannya sangat
terpusat dan menerapkan sistem ekonomi terencana.
Munculnya
USSR berawal dari Revolusi Rusia pada tahun 1917. Wilayah Rusia saat itu
dipimpin oleh Nicholas II hingga Maret 1917. Rakyat saat itu meragukan
pemerintahannya karena Rusia telah kalah di Perang Dunia I dan dianggap otoriter.
Setelah Nicholas II turun, ada pemerintahan sementara yang dipimpin oleh
Alexander Kerensky. Meski begitu, pemerintahan ini dinilai lambat mewujudkan
cita-cita rakyat Rusia. Hingga akhirnya pada 1972-1921, terjadi perang sipil.
Revolusi
Februari yang bergolak di Rusia pada tahun 1917 menyebabkan runtuhnya
Kekaisaran Rusia. Penerusnya, Pemerintahan Sementara Rusia, hanya bertahan
hingga digulingkan melalui Revolusi Oktober pada tahun yang sama. Setelah kaum
Bolshevik menang dalam Perang Sipil Rusia pascarevolusi, Uni Soviet didirikan
pada tanggal 30 Desember 1922 dengan anggota RSFS Rusia, RSFS Transkaukasia, RSS
Ukraina, dan RSS Byelorusia.
Keberhasilan
Vladimir Lenin bersama dengan Partai Bolshevik dalam memimpin revolusi, selain
berhasil menggulingkan pemerintahan Kerensky, juga berhasil memimpin rakyat
dalam perang tersebut. Partai Bolshevik sendiri merupakan partai
sosial-demokratis bagi para pekerja dan buruh dengan ideologi
Marxisme-Leninisme. Dengan naiknya Lenin sebagai pemimpin, ideologi partai yang
merupakan partai komunis pun semakin menyebar. Pada 1922 terjadi perjanjian
antara Rusia, Ukraina, Belarusia, dan Transcaucasia (sekarang Georgia, Armenia,
dan Azerbaijan) dan terbentuklah USSR. Setelah Lenin, kepemimpinan Pemerintahan
Lenin kemudian digantikan oleh Joseph Stalin yang melakukan kebijakan politik
tirai besi. Di masa pemerintahan Stalin banyak negara-negara di Eropa Timur bergabung
dalam Uni Soviet.
Uni
Soviet merupakan salah satu negara adikuasa pemenang Perang Dunia II. Pada
1947-1991, Uni Soviet menjadi pusat dari aliansi negara komunis Blok Timur
selama Perang Dingin. Hingga awal tahun 1991, Uni Soviet adalah negara dengan
wilayah kekuasaan terbesar di dunia. Masa kejayaan Uni Soviet tidak mampu
bertahan lama. Seletelah 69 taun berdiri, Uni Soviet mengalami keruntuhan pada
Desember 1991.
Runtuhnya
Uni Soviet dilatarbelakangi oleh krisis (politik, ekonomi, sosial), Glasnost
dan Perestroika, juga konflik etnis. Krisis politik di Uni Soviet, disebabkan
oleh Leninisme. Krisis ekonomi di Uni Soviet terjadi karena inefisiensi yang
kronis dari sistem yang dikolektivasi, keborosan ekonomi, keterbelakangan
teknologi dan sistem hegemoninya. Krisis sosial budaya di Uni Soviet terjadi
karena adanya pembagian kelas dalam kehidupan masyarakat Uni Soviet, rendahnya
kualitas kehidupan masyarakat Uni Soviet, serta tidak diperbolehkan berkembangnya
kreativitas masyarakat oleh pemerintah Uni Soviet. Glasnost dan Perestroika
yang dicanangkan oleh Gorbachev merupakan pemicu bagi meledaknya revolusi
sosial di negara-negara Eropa Timur. Glasnost dan Perestroika membuat dunia
komunis meragukan sistem sosial-komunis mereka untuk dapat tetap menjawab
tantangan zaman. Konflik etnis di Uni Soviet tumbuh dari kesadaran akan
eksistensi kelompoknya. Gorbachev terlambat dalam menyadari pentingnya
permasalahan etnis, sehingga sudah telanjur banyak terjadi kerusuhan,
demonstrasi dan protes dari etnis-etnis di beberapa tempat di Uni Soviet yang
terjadi secara berturut-turut, namun sporadis.
Upaya
Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis memang membawa harapan, tetapi
tidak dapat dikendalikan sehingga mengakibatkan serangkaian peristiwa yang
akhirnya ditutup dengan pembubaran Uni Soviet. Kebijakan perestroika dan
glasnost yang mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang perekonomian
Uni Soviet malah me Reformasi Soviet terus digenjot hingga
naiknya Mikhail Gorbachev sebagai sekretaris jenderal PKUS pada 11 Maret 1985.
Ia meluncurkan program percepatan ekonomi dan merampingkan birokrasi
pemerintahan yang dianggap ruwet. Encyclopaedia Britannica mencatat, dibanding
merangsang kebangkitan komunisme, Gorbachev lebih memilih kebijakan glasnost
("keterbukaan") dan perestroika ("restrukturisasi").
Glasnost
dimaksudkan untuk mendorong dialog dan membuka pintu kritik terhadap seluruh
aparat Uni Soviet. Kontrol negara atas media maupun opini publik mengendur,
gerakan reformasi demokratik menggema di seluruh Uni Soviet. Sedangkan
perestroika ditujukan untuk memperkenalkan kebijakan pasar bebas bagi industri
yang dikelola pemerintah. Kontrol harga juga dicabut di beberapa pasar meski
struktur birokrasi komunis masih tetap bercokol.nimbulkan akibat-akibat yang
tak diharapkan.
Penyensoran
media yang tak lagi ketat akibat glasnost menyebabkan Partai Komunis tidak
dapat berbuat banyak saat media mulai menyingkap masalah-masalah sosial dan
ekonomi yang telah lama disangkal dan ditutup-tutupi oleh pemerintah. Masalah
seperti perumahan yang buruk, alkoholisme, penyalahgunaan obat-obatan, polusi,
pabrik-pabrik yang sudah ketinggalan zaman sejak masa Stalin dan Brezhnev,
serta korupsi yang sebelumnya diabaikan oleh media resmi, kini mendapatkan
perhatian yang semakin besar. Laporan-laporan media juga menyingkap kejahatan
yang dilakukan oleh rezim Stalin seperti gulag dan Pembersihan Besar-Besaran.
Selain itu, perang di Afganistan dan kekeliruan penanganan Bencana Chernobyl
semakin merusak citra pemerintah. Keyakinan masyarakat terhadap sistem
pemerintahan Soviet semakin melemah sehingga mengancam integritas Uni Soviet.
Bangkitnya
nasionalisme segera menghidupkan kembali ketegangan antaretnis di berbagai
republik Soviet yang semakin memperlemah cita-cita persatuan rakyat Soviet.
Sebagai contoh, pada bulan Februari 1988, pemerintah Nagorno-Karabakh, RSS
Azerbaijan, yang didominasi oleh etnis Armenia, meloloskan keputusan yang
menyatakan penggabungan wilayahnya dengan RSS Armenia. Kekerasan terhadap
orang-orang Azerbaijan diliput dan ditayangkan oleh televisi Soviet sehingga
memicu adanya pembantaian terhadap orang-orang Armenia di Sumqayit. Ketegangan
antaretnis ini kelak akan menjadi cikal bakal radikalisme dan terorisme
pasca-keruntuhan Uni Soviet.
Ketidakpuasan
masyarakat terhadap situasi ekonomi semakin memburuk. Meski perestroika
dianggap berani dalam konteks sejarah Uni Soviet, upaya Gorbachev untuk
melakukan pembaruan ekonomi tidak begitu radikal dan dinilai terlambat untuk
membangun kembali ekonomi negara yang sangat lesu pada akhir tahun 1980-an.
Berbagai terobosan dalam hal desentralisasi memang berhasil dicapai, tetapi
Gorbachev dan timnya sama sekali tidak merombak kebijakan-kebijakan ekonomi
warisan Stalin seperti pengendalian harga, mata uang rubel yang tidak dapat
dipertukarkan, tidak diakuinya kepemilikan pribadi, dan monopoli pemerintah
atas sebagian besar sarana produksi.
Pada
tahun 1990, pemerintah Uni Soviet praktis telah kehilangan seluruh kendalinya
terhadap kondisi-kondisi ekonomi. Pengeluaran pemerintah meroket karena
perusahaan tak menguntungkan yang memerlukan bantuan dari negara semakin
bertambah, sedangkan subsidi harga-harga kebutuhan pokok terus berlanjut.
Perolehan pajak menurun, terutama karena adanya kampanye antialkohol dan
desentralisasi. Pemerintah pusat yang tidak dapat lagi membuat kebijakan
produksi, khususnya dalam industri pemenuhan kebutuhan pokok, menyebabkan
lenyapnya rantai produsen dengan pemasok sementara rantai yang baru belum
terbentuk. Jadi, bukannya merampingkan sistem, program desentralisasi Gorbachev
justru menyebabkan kemacetan proses produksi.
Keruntuhan
Uni Soviet bermula dari kemerosotan ekonomi pada sekitar tahun 1980.
Kemerosotan ekonomi tersebut berdampak negatif pada seluruh aspek kehidupan Uni
Soviet. Secara khusus, berikut faktor-faktor penyebab runtuhnya Uni Soviet:
1) Munculnya
ketidakpuasan kelas menengah dan kelompok elite terhadap penerapan sistem
komunisme.
2) Sistem
ekonomi sentralistik yang diterapkan mennyebabkan susahnya pemerataan
kesejahteraan dan perkembangan ekonomi daerah.
3) Korupsi
di kalangan partai komunis dan pemerintahan.
4) Munculnya
gerakan separatisme di negara-negara bawahan Uni Soviet.
5) Presiden
Michael Gorbachev dan Boris Yeltsin gagal melakukan perbaikan sistem
pemerintahan komunis di Uni Soviet.
6) Sistem
marxisme-komunisme ternyata tidak memiliki pengawasan yang efektif terhadap
bidang politik dan ekonomi.
7) Marxisme-komunisme
tidak memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan.
8) Sistem
ekonomi pasar mengundang masuknya liberalisme dan kapitalisme yang bertentangan
dengan komunisme
9) Kaum
buruh yang merupakan andalan marxisme-komunisme ternyata lebih memihak
kapitalisme yang memberikan kebebasan uncuk memiliki sesuatu daripada komunisme
yang tidak mengakui hak individu.
sebagai
sebuah negara federasi tinggal menunggu waktu. Di akhir 1980-an, arus
keterbukaan yang dilancarkan mendorong tumbuhnya nasionalisme di negara-negara
bagian yang menginginkan haknya untuk melepaskan diri dari Uni Soviet. Nasionalisme
tersebut dilandasi keinginan untuk mengubah tatanan kenegaraan ke arah sistem
demokrasi ala Barat. Akhirnya, satu per satu negara-negara bagian tersebut
menyatakan diri sebagai negara yang berdaulat. Hal itu memang dimungkinkan
melalui Pasal 72 Konstitusi UniSoviet yang berbunyi, “ Negara bagian memiliki
kebebasan untuk melepaskan diri.”
Pada
tanggal 7 Februari 1990, Komite Pusat Partai Komunis setuju untuk melepaskan
monopoli atas kekuasaannya. Republik-republik anggota Uni Soviet mulai
menegaskan kedaulatan nasional mereka terhadap Moskwa dan mulai melancarkan
"perang undang-undang" dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini,
pemerintahan republik-republik anggota Uni Soviet, terutama Trio Baltik, yaitu
Estonia, Lituania, dan Latvia, membatalkan semua undang-undang federal jika
undang-undang itu bertentangan dengan undang-undang setempat, menegaskan
kendali mereka terhadap perekonomian setempat, dan menolak membayar pajak
kepada pemerintah pusat di Moskwa. Gejolak ini menyebabkan macetnya ekonomi
karena garis pasokan ekonomi dalam negeri rusak sehingga perekonomian Uni
Soviet semakin merosot.
Pada
pertengahan Agustus 1991, kelompok garis keras di lingkungan Partai Komunis Uni
Soviet bekerja sama dengan KGB mengadakan sebuah percobaan kudeta terhadap
Gorbachev, tetapi gagal. Pada tanggal 8 Desember 1991, Presiden RSFS Rusia, RSS
Ukraina, dan RSS Byelorusia menandatangani Piagam Belavezha yang menandakan
pembubaran kesatuan dan digantikan fungsinya oleh Persemakmuran Negara-Negara
Merdeka (CIS). Sementara ada banyak perdebatan mengenai siapa yang berhak
membubarkan Uni Soviet, Gorbachev meletakkan jabatannya sebagai Presiden Uni
Soviet pada tanggal 25 Desember 1991 dan memberikan kekuasaannya kepada Boris
Yeltsin. Puncaknya, Majelis Agung Uni Soviet membubarkan dirinya pada tanggal
26 Desember 1991 yang sekaligus menandakan bubarnya Uni Soviet sebagai suatu
federasi, hanya terpaut empat hari sebelum hari jadinya yang ke-69.
Runtuhnya
Uni Soviet yang menandai matinya komunisme dan berakhirnya Perang Dingin,
membawa konsekuensi yang sangat nyata bagi perpolitikan dunia. Komunisme sudah
tidak memiliki kekuatan sosial seperti sebelum runtuhnya Uni Soviet. Pasca
Perang Dingin mulai berkembanglah pemikiran sosialisme demokratik yang
bertujuan mengoreksi kesalahan sosialisme-komunisme Uni Soviet dan membangun
konsep alternatif sosialisme dalam hubungan dengan demokrasi sosial. Runtuhnya
sosialisme-komunisme menyebabkan liberalisme-kapitalisme menjadi satu-satunya
ideologi yang berjaya bahkan hingga saat ini. Ada pula pemikir-pemikir lainnya
yang mempunyai prediksi berbeda tentang konsep perpolitikan pasca Perang Dingin
dan mengemukakan paradigma alternatif untuk menjawab kelemahan dari sistem
liberal
Dampak
keruntuhan Dalam buku Dari Uni Soviet hingga Rusia (2014) karya Andi Rafael
Saputra, keruntuhan Uni Soviet memberikan dampak yang masif bagi aspek sosial,
ekonomi dan politik dunia. Berikut dampak runtuhnya Uni Soviet:
1)
Berakhirnya
Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur Muncul 15 negara baru di kawasan
Eropa Timur
2)
Menandai
kehancuran sistem komunisme di dunia
3)
Menimbulkan
krisis ekonomi di kawasan Eropa Timur
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/30/162011769/sejarah-runtuhnya-uni-soviet-1991.
https://www.duniasejarah25.com/2019/01/perpecahan-uni-soviet-sejarah-Peminatan-XII.html
https://blog.ruangguru.com/peristiwa-kontemporer-dunia-perpecahan-ussr
https://id.wikipedia.org/wiki/Uni_Soviet
https://tirto.id/reformasi-ala-gorbachev-picu-bubarnya-uni-soviet-dczk
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/132725-T+27803-Dampak+pengembangan-Pendahuluan.pdf
Komentar
Posting Komentar